•••••••
"Semua orang mengumpulkan tenaganya, agar bisa terus melanjutkan hidupnya yang keras ini."
~~~~~~~
Suara dentingan jam terdengar lebih jelas, menandakan tidak ada kebisingan di dalam ruangan. Jam sudah menunjukan pukul 18.30, mereka bertiga masih sibuk berbaring di atas tempat tidur empuk milik Asa.
"Eh gue baru inget, lo mau ngomong apa? Soal kasus Rizki?" ucap Zee mengingat bahwa temannya itu ingin memberitahu sesuatu.
"Eh iya, gue denger dari Hafiz. Katanya, orang tuanya ngeberhentiin kasus anaknya sendiri. Karena ada beberapa siswa yang ngaku sebagai korban perundingan Rizki," jelas Asa.
"HAH?? SUMPAH? AKHIRNYA ADA YANG NGAKU JUGA!" sahut Mora dengan antusias. Seluruh antero sekolah mungkin tau, bahwa Rizki memang sering sekali merundung beberapa siswa di sekolah.
"Terus? Sebab orang tuanya berhentiin kenapa?" tanya Zee.
Asa mencoba menjelaskan semua informasi yang dia ketahui, walaupun Asa pun hanya mendengar info tersebut dari Hafiz. Asa menjelaskan secara detail, membuat kedua temannya itu sama terkejutnya dengan dirinya saat pertama kali mendengar.
Wajah kedua temannya itu mengerutkan dahinya, terlihat banyak sekali pertanyaan yang sepertinya ingin mereka lontarkan untuk dipertanyakan.
"GILA YA?" sontak Mora. Tidak habis pikir dengan semua orang berada ini, yang kehidupannya hanya selalu menyepelekan orang-orang di bawah mereka.
"Oh iya paham, segitunya kah orang tuanya gak mau buka pikiran?" cetus Zee. Wajahnya terkejut, tetapi tidak heran, karena kasus ini hampir sama persis seperti kasus sekolahnya dua tahun lalu.
"Gue yakin sihh, agak berat juga buat para korban yang di bully dia. Soalnya, bukti dikit, malah bisa jadi gak ada bukti, jadi sekolah bakal tetep nentang 'kan biasanya?" ucap Mora sama seperti Asa, melihat sekolahnya itu yang minim sekali keadilan.
"Nah iya, gue udah yakinin Hafiz, kalau ini susah. Tapi dia tetep maksa mau nyari tau, gue ngikut jadinya,"
"Tapi menurut lo berdua gimana? Lebih percaya Rizki bunuh diri atau ada orang di baliknya?" tanya Zee kepada Mora dan Asa.
"Ada dalang sih menurut gue," ucap Mora.
"Kalau lo?" Zee menatap kearah Asa.
"Gak tau sih gue, gak bisa nyimpulin juga. Ngeliat anak kayak dia emang gak mungkin bunuh diri," jawab Asa.
"Eh btw Ra, gue besok mau wawancara guru, satpam sama temen deketnya Rizki. Otomatis cowok lo Fajar juga ikut," ucap Asa memberitahu temannya bahwa dirinya besok akan melakukan wawancara lagi.
"Iya, dia tadi baru aja chat gue, ngasih tau kalau dia juga bakal di wawancara. Tapi gue juga gak tau pulang sekolah dia kemana, gak balik bareng gue," Mora memberitahu Asa lebih dulu sebelum Asa bertanya langsung.
"Tumben amat." Padahal biasanya Mora selalu pulang bersama dengan pacarnya tanpa absen.
Keasikan berbincang dengan temannya itu, Asa tidak sadar sudah hampir jam 09.00 malam, dirinya belum memberikan makan untuk mamanya.
Tepat pukul jam 09.00 saat ini, kedua temannya itu pulang, walaupun biasanya mereka pulang pada pukul 10.00 atau 11.00. Tetapi karena besok masih harus berangkat sekolah, mereka berdua harus pulang lebih awal.
"Lo dianterin sama Fajar Ra?" tanya Asa.
"Yoi!''
"Yaudah ayo nunggu di luar, sekalian gue mau keluar beli nasi goreng." Ajak Asa kepada Mora. Zee sudah pulang lebih awal, karena membawa motor.
KAMU SEDANG MEMBACA
If I'am?
Teen FictionIf I'am? Menjadi bagian siswa yang di tugaskan menangani kasus sekolahnya sendiri memang tidak terlalu buruk, hanya saja tidak pernah mereka bayangkan yang terjadi dengan kasusnya kali ini. Asabella Cassia, ditemani dengan seorang anak laki-laki yan...