••••••
"Gak semua orang kuat, tapi semua orang dipaksa untuk kuat."
_________
Seketika ruangan menjadi sunyi, ruangan yang berisikan tiga orang itu tidak lagi saling berinteraksi dengan santai. Hafiz sangat mencurigai Mora.
"Kenapa? Lo masih gak percaya kalau gue juga saksi?" ucap Mora melihat wajah Hafiz masih tidak percaya. Padahal Mora sudah memberitahu alasannya mematikan lampu lorong atas itu.
"Sa, lo percaya 'kan? Kalau gue matiin lampu lorong atas karena gue liat mereka, lo percaya 'kan Sa?" Mora terus menerus mencari validasi dari teman-temannya.
Di vidio itu terdapat Mora yang sedang mematikan lampu lorong atas, tetapi Mora berusaha menjelaskan secara jujurnya. Tujuannya mematikan lampu, agar tidak ada anak lain yang berani melewati lorong tersebut. Mora khawatir jika lorong tetap terang, akan ada korban lainnya saat melewati lorong. Mora mengakui bahwa dirinya saat itu memang sedang berada di lantai atas, dan juga melihat orang-orang di kejadian tersebut.
Terdapat tiga orang yang Mora lihat. Dua orang berada di lorong tepat depan kelas dan mereka sedang berhadapan, tetapi Mora tidak melihat dengan jelas wajah orang itu. Dan satu lagi terdapat di dalam kelas, seorang perempuan yang hanya menatap kedua orang di luar kelasnya itu. Orang tersebut mengunakan topi yang cukup menutupi setengah wajahnya, menyebabkan wajahnya tidak terlihat.
"Ya lo bebas sih Mor buat kali ini, gak ada bukti lebih juga kalau gue curigain lo," ucap Hafiz yang akhirnya membuka suara untuk Mora.
"Gue percaya sama pernyataan lo," sahut Asa.
"Tapi berarti ada dua orang pelaku?" gumam Hafiz. Raut wajahnya semakin bingung.
"Iya itu lebih dari dua, soalnya gak mungkin kalau siswa biasa dia santai-santai aja ngeliat keadaan Rizki diiket kayak gitu 'kan?" ucap Asa.
"Iya sih, yaudah lo boleh pergi Mor. Btw makasih, maaf kalau gue lancang udah nuduh lo," ucap Hafiz sembari meminta maaf atas sikapnya yang kurang sopan tadi.
"Iya, yaudah gue balik duluan ya. Sa, gue duluan ya," Mora berpamitan untuk pulang lebih dulu.
"Terus gimana? Apa yang harus kita lakuin lagi? Makin susah Bel, kalau ternyata lebih dari satu orang tersangkanya," ucap Hafiz sudah mulai pesimis bisa menyelesaikan.
Berbeda dengan Asa, raut wajah Hafiz yang terlihat pesimis, tetapi berbanding terbalik dengan Asa. Wajah Asa sangat santai dan seperti tidak ada rasa pesimis di raut wajahnya. Bersikap seolah dia bisa mengatasi hal ini.
"Kok lo malah biasa aja sih Bell?" Hafiz menegur Asa karena wajahnya yang datar.
"Ah, ya gue harus apa?? Yaudah, lo fokus cari orang yang di maksud Naya dulu aja, besok pagi gue mau ke kelas atas buat nyari bukti. Masih ada garis polisi 'kan kalau di kelas atas bagian Rizki jatuh?" tanya Asa kepada Hafiz.
"Iya masih, tapi kalau gue gak nemu orangnya gimana??"
"Ya cari sampai ketemu hehe, btw besok kita wawancara temen Rizki ya. Sama guru-guru," Asa mengingat mereka berdua belum melakukan wawancara.
"Oh iya lupa, yaudah nanti gue kasih tau mereka dulu ya kalau ada wawancara. Biar mereka pada bisa," Hafiz menyetujui.
"Yaudah gue balik ya, mau ada perlu nih. Duluan yaa?" ucap Asa seperti biasa berpamitan duluan.
"Gue juga balik sekarang, bareng aja ke parkirannya," sahut Hafiz.
"Yaudah cepet."
Alhasil Asa dan Hafiz pergi bersama menuju parkiran. Waktu berjalan terasa cepat, tidak terasa sudah hampir jam setengah enam. Hampir tiga jam mereka berada di dalam sekolah setelah pulang sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
If I'am?
Teen FictionIf I'am? Menjadi bagian siswa yang di tugaskan menangani kasus sekolahnya sendiri memang tidak terlalu buruk, hanya saja tidak pernah mereka bayangkan yang terjadi dengan kasusnya kali ini. Asabella Cassia, ditemani dengan seorang anak laki-laki yan...