18. tuntutan keluarga Rizki

2 0 0
                                    

"Banyak orang berharap kepada Asa dan Hafiz."

~~~~

Keesokan harinya, Asa berangkat sekolah seperti biasa. Selepas langit menampakkan sinar matahari paginya itu, Asa menancapkan gas motor menuju ke sekolahannya.

Saat di parkiran, Asa melihat sekeliling sekolahnya itu sudah ramai dengan kumpulan siswa di depan ruang piket sekolahnya. Ia menengok ke kanan dan kirinya mencari seseorang yang bisa ia kenali untuk bertanya.

"Eh eh, kenapa? Kok pada kumpul gini sih?" tanyanya kepada salah satu siswa yang ia kenali.

"Iya Sa, keluarga Rizki nuntut sekolah," jawab orang tersebut.

"Hah? Nuntut gimana??" tanyanya dengan mengerutkan keningnya tidak paham dengan perkataan temannya itu.

"Gue juga kurang ngerti Sa, coba lo liat aja kesana cari tau," pinta temannya kepada Asa untuk mencari tahu informasinya itu sendiri.

"Oh okeh deh, thanks yaa."

Dengan jiwa penasarannya, Asa langsung berlari menuju kelasnya, untuk menaruh tas lebih dulu dan mencari kedua temannya itu. Tetapi saat di dalam kelas, kedua temannya itu pun sudah tidak terlihat batang hidungnya, hampir semua teman kelasnya juga tidak terlihat wujudnya di dalam kelas tersebut.

Dengan cepat Asa langsung beranjak kembali ke luar kelas, untuk ikut mencari tau apa yang sebenarnya telah terjadi. Tetapi, tidak lama saat Asa mencari kedua temannya, ponselnya berbunyi, tertera nama kontak Hafiz yang menghubunginya itu.

"Halo Fiz iya, kenapa?" tanya Asa.

Hafiz mendengus. "Lo sekarang ke ruang piket ya Sa, cepet."

"Sekarang banget?"

"Iya sekarang gue tunggu." Hafiz langsung mematikan teleponnya.

Setelah mematikan telepon tersebut, Asa langsung berlari menuju ruang piket. Tetapi, di depan ruang piket sudah dikerubungi oleh sebagian anak-anak sekolahannya itu.

Asa berusaha melewati sekumpulan siswa itu, untuk bisa memasuki area ruang piket. Saat sudah di dalam, dengan spontan Asa merasa sangat canggung melihat kedua orang tua Rizki, Bu Kayla, kepala sekolah dan wakilnya, serta Hafiz seorang diri siswa yang sudah berada di ruang piket.

"Nah ini anaknya dateng." Bu Kayla menyambut kedatangan Asa.

Asa tersenyum canggung. "Ada apa Bu?" tanyanya.

Perasaan ia datang tidak terlalu siang, tetapi mengapa Asa merasa sudah sangat tertinggal jauh informasi terkini? Batinnya.

"File wawancara anak-anak yang pernah kenal rundungan dari sekolah ada?" ucap Bu Kayla menanyakan file tersebut.

"Ada Bu kenapa? Masih ada di saya."

Ayah dan Ibu Rizki keduanya berada di ruang piket ini, kedatangan mereka kemari ternyata ingin menuntut sekolahan karena terus membawa kasus perundungan yang dilakukan anaknya itu.

"Nah Pak, ini ada bukti dari wawancara mereka. Bapak masih mau nuntut kita?" ucap Bu Kayla kepada Riza----Ayah Rizki.

Wajah Riza sudah memerah padam, terus-menerus mendengus membuang napasnya. Nampaknya masih tak terima dengan ucapan Bu Kayla.

"Memang adanya wawancara nandain bukti kuat? Engga 'kan?" sahut Riza kepada Bu Kayla.

"Iya emang enggak, tapi disini juga masih banyak saksi mata. Apa Bapak yakin masih mau nuntut ke sekolah? Kalau memang buktinya sudah jelas seperti ini?" Bu Kayla terus memojokkan Riza agar berhenti melakukan tindakan tuntutan terhadap sekolahnya itu.

If I'am?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang