21. Luapan emosi Hafiz

4 0 0
                                    

"Aku tidak pernah menganggapmu bodoh."

~~~~~

Hafiz menghentakkan tangannya ke meja yang ada di depannya itu. Matanya terpejam dengan dahi yang berkerut. Napasnya menggebu-gebu, layaknya seseorang yang Emosinya sedang memuncak tinggi.

Hafiz membuang napasnya, "Lo serius kalau itu dia?" tanyanya lagi untuk memastikan.

Mora hanya mengangguk, ia hanya menyampaikan yang Asa katakan kemarin. Asa mengatakan untuk meminta dirinya menyampaikan yang sebenarnya kepada Hafiz. Walaupun awalnya pun Mora berniat untuk menutupi ini, tetapi Asa yang menyuruhnya langsung berkata sejujurnya kepada Hafiz.

Hafiz menundukkan kepalanya, kedua tangannya masih menempel tepat di meja yang berada di hadapannya. "Dia bilang ke lo nya gimana?" tanyanya dengan lirih.

"Katanya, tolong kasih tau Hafiz kalau orang itu gue," ucap Mora berkata jujur.

"Jujur Fiz, gue juga gak tau kalau akhirnya malah gini... gue gak ngerti apa jalan pikiran Asa selama ini, gu-gue-" ucapannya itu belum selesai tetapi Hafiz sudah memotong ucapannya. "Stop Mor, gue gak tau sekarang harus apa. Gue gak tau harus lanjut atau berhentiin aja kasus ini." Tutur Hafiz. Sudah tidak ada lagi semangat dalam dirinya, yang ia ingin ketahui sekarang adalah motif dari perilaku Asa tersebut.

Hal yang Hafiz takutkan kemarin pun terjadi, rasanya seperti mimpi. Hanya selang dalam beberapa jam Hafiz mengetahui pelakunya, dan itu adalah partnernya sendiri. Saat ini juga pikirannya sedang kacau, marah dan kecewa bersatu. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang ingin ia tanyakan kepada Asa, tetapi Hafiz tidak tahu harus bagaimana memulainya.

Apa yang ada dipikirannya selama ini? Sampai dia bisa bertindak sejauh ini? Batin Hafiz. Ia tidak mengerti lagi, teman dekatnya itu bertindak di luar dari pengetahuan teman-teman dekatnya.

"Terus lo sekarang mau gimana??" tanya Mora. Bukanhanya Hafiz sjaa yang sedang bimbang, tetapi dirinya pun sedari kemarin sudah tidak ada semangat.

"Gak tau Mor, gue gak tau harus lanjut kasus ini atau enggak." Cetus Hafiz. "Loh? Kok berhenti? Bukannya lo paling semangat buat selesain ini?" tanya Mora.

"Ya Lo pikir sendiri, orang yang bantu gue selesain kasus ini, dia sendiri pelakunya? Ini gue yang bodoh, bego atau gimana coba Mor?" Hafiz terus menyalahkan dirinya. Merasa sangat dibodohi oleh temannya itu. Selama ini apa yang Asa cari? Hanya berpura-pura polos dan tidak tahu apa-apa.

"Iya juga sih, udah lah! Gue juga ngerasa tolol banget kalau udah gini, lo juga sih, tolol!" ucap Mora kepada Hafiz ikut mengata-ngatai. Hafiz hanya melirik tajam karena ucapan Mora itu.

"Yaudah lah ya, gue nanti samperin dia dulu, btw thanks ya informasinya. Maaf selama ini gue udah nuduh lo," ucap Hafiz meminta maaf selama ini selalu menuduh Mora sebagai pelakunya.

"Makanya jangan seenaknya lain kali! " Mora masih tak terima.

"Iya iya sorry!" Hafiz merajuk.

Mereka berdua berada di ruang musik, Mora yang mengajak Hafiz untuk bertemu di ruangan tersebut. Kini Hafiz pergi lebih dulu dari dirinya, meninggalkan Mora seorang diri lagi di ruang musik itu.

________

Saat jam pulang tiba, Hafiz sudah menunggu lama berdiri di depan pintu kelas Asa. Menunggu orang yang ia tunggu-tunggu sejak bel pulang tadi.

Hafiz menghentikan Asa saat Asa baru saja keluar dari kelasnya, "Bel." Panggilnya. Ia memegang tangan Asa yang baru saja keluar.

Asa menoleh, "Mau ngobrol sama gue?" cetusnya. Hafiz hanya mengangguk. Sepertinya Asa pun sudah tahu bahwa Hafiz pasti akan menghampirinya.

Mereka berdua berada di rooftop atas sekolah mereka. Hiliran angin menimpa wajah mereka, cuacanya hari ini sangat mendung tidak menampakkan sinar panas matahari sedikit pun.

"Kenapa Bel?" Hafiz menoleh ke arah samping Asa berada.

"Gue gak bisa ceritain sekarang, besok gue ceritain langsung ke kalian ya?" ucapnya layaknya tidak terjadi apa-apa. Asa lagi-lagi tidak memberitahukan alasan tersebut kepada Hafiz, sama seperti halnya kepada Mora kemarin.

"Tapi kenapa Bell???! Kenapa lo lakuin ini ke gue??! Apa gue sebodoh itu di mata lo?"

"Apa gue cuma seorang pecundang di mata lo?! Gue bener-bener gak paham maksud lo! Apa selama ini lo cuma ngetawain gue selayaknya gue orang bodoh, iya??! Bel!" ungkap Hafiz dengan nada tingginya. Emosinya memuncak, sedari kemarin inilah yang ingin Hafiz lakukan. Mempertanyakan banyak pertanyaan kepada Asa, lebih tepatnya meluapkan emosinya tersebut kepada Asa.

"Lo bebas mau marah kayak gimana ke gue Fiz, lo berhak, kok. Tapi sejauh ini gue gak pernah anggap lo bodoh, tolol, atau bego sekalipun." Tutur Asa. Asa mengetahui perasaan Hafiz sekarang, ia pun sadar bahwa Hafiz dan semua orang yang mengetahuinya nanti pasti akan mengeluarkan emosi yang sangat dalam kepada Asa.

"Gue bakal bantu kasus ini sampai selesai, gue bakal tulis laporan akhirnya nanti, lo tenang aja. Oh ya, pertanyaan-pertanyaan yang ada di otak lo, gue jawab besok sekalian gue kumpulin anak-anak," ucap Asa. Asa tersenyum masam sambil menepuk-nepuk kecil pundak Hafiz, yang sedari tadi Hafiz hanya menundukkan kepalanya tak berani menatap Asa.

"Sorry, gue minta maaf sama lo. Tapi jujur, gue bangga sama lo bisa ungkap kasus ini sampai tuntas." Hafiz mendongakkan kepalanya ke arah Asa. "Bel, lo pikir ini cuma main-main lo, aja?" cetus Hafiz tak terima dengan tindakan Asa yang hanya seperti memainkan mereka semua.

Asa mengerutkan keningnya, "Enggak, gue gak lagi main-main Fiz. Dari awal gue 'kan udah gak mau terima ajakan lo? Alasan gue gak mau karena gue sadar, kali ini gue terlibat dalam kasus ini, apa gue salah?" ucap Asa. Ucapannya itu ada benarnya, bahwa sedari awal Asa sudah menolak ajakan Hafiz dan tidak ingin berkontribusi.

"Awalnya gue cuma mau tau sejauh mana sekolah ataupun polisi cari tau tentang kasus ini, apa nanti akhirnya gue bakal ke tangkep sama polisi? Atau perbuatan gue ketahuan sama polisi? Ternyata sama aja 'kan? Polisi-polisi itu gak becus Fiz, sama kayak kasus dulu-dulu kita." Tutur Asa menjelaskan apa yang selama ini ia rasakan dan pikirkan. Asa tidak ada niat sekalipun ingin memainkan Hafiz ataupun teman-temannya itu.

"Gue bisa berhentiin kasus ini, kalau lo setuju, gue bisa stop kasus ini. Dan lo bebas, gue bakal tutup mulut dan cari alasan buat berhenti-"

"Gak usah. Gak perlu sejauh itu lo bertindak, nanti percuma dong selama ini yang lo lakuin?" Asa memotong ucapan Hafiz itu. Asa tidak ingin Hafiz memberhentikan kasus ini.

"Percuma? Lo lakuin kayak kayak gini aja semuanya udah percuma Bel!" cetus Hafiz sedikit membentak kepada Asa.

"Fiz, padahal lo sendiri yang bilang, kalau semuanya gak akan ada yang percuma. Gue sejauh ini juga tetep bantu lo cari bukti pelakunya 'kan? Emang lo tau satu pelaku lagi itu siapa? Enggak 'kan?" Hafiz mendengar ucapan Mora tersebut langsung teringat kembali, bahwa bukan hanya Asa yang berada disitu menjadi seorang pelaku, tetapi ada orang lain selain dirinya.

"Kalau dari awal lo tiba-tiba gue kasih tau, emang lo bakal percaya tanpa adanya bukti? Gak 'kan? Gue tau satu orang lagi itu, gue emang sempet nyekap dia, tapi gue bukan pembunuh," tuturnya kepada Hafiz. Asa mengetahui orang selain dirinya itu, ia mengetahui siapa pelaku yang sebenarnya. Tetapi Asa tidak langsung memberitahukannya kepada Hafiz.

"Siapa?" tanya Hafiz sembari melirik ke arah dirinya, berusaha menatap kembali mata Asa yang sudah sangat terlihat lelah itu. Asa membuka ponselnya, membuka salah satu vidio di ponselnya untuk memperlihatkan Hafiz sebuah vidio yang sudah lama ia simpan.

Mata Hafiz terbelalak saat melihat vidio yang Asa perlihatkan itu. Rasanya benar-benar seperti berada dalam mimpi. Semua hal yang ia saksikan ini sangat mengejutkan hidupnya. Hafiz tidak menyangka setelah memilhat vidio di ponsel Asa itu, vidio dengan jelasnya siapa orang dibalik jatuhnya Hafiz. Seseorang yang mungkin menjadi tersangka sebenarnya.

••••••

Bismillahirrahmanirrahim, semoga cerita ini banyak yang suka! Happy reading semuanya, I hope u like it!🤍

- Al

If I'am?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang