XXIV

171 45 3
                                    


Dirga gila.

Serius, Dirga itu gila!

Orang waras mana yang melamar dengan cara gila seperti yang Dirga lakukan?

Okay, biar Alika jabarkan permasalahannya.

Satu minggu setelah pembicaraan itu, komunikasi mereka sedang tidak baik dengan kata lain, mereka berdua sama-sama sibuk. Sekalinya mereka bertukar kabar, pembahasan mengenai 'lamaran' itu tak pernah terangkat kembali.

Lalu, selang dua minggu, sekarang laki-laki itu muncul bersama bersama rombongan—–yang orang-orang dalam rombongannya Alika kenal semua. Karin-Pradipta sekeluarga, Nabila, Nino dan Puteri. Alika sampai bertanya-tanya, sekecil itukah lingkup pertemanannya? Tapi ada satu yang wajahnya asing. Seorang wanita paruh baya yang duduk di sebelah Dirga.

"Pantesan Dirga kepincut, orang kamu ayu begini, Nak."

Lembut sekali suara itu. Alika tersenyum canggung, masih menerka-nerka siapa wanita paruh baya tersebut.

Membaca ekspresi Alika, Dirga membuka suara dengan memperkenalkan wanita paruh baya tersebut kepada Alika sebagai tantenya.

Alika sedikit panik, kemudian menyodorkan tangan untuk salim.

Pundak Alika ditepuk pelan, "Udah lama lho, tante pengen ketemu kamu tapi nggak dikabulin sama Mas Dirga. Nanti sekalian ketemu pas mau lamaran kata Mas Dirga" jelas Dania–––tante Dirga tertawa kecil.

Proses lamaran sudah berjalan sejak tadi. Catat, tanpa kehadiran Alika!

Kemana saja Alika?

Jawabannya, perempuan itu tengah asyik me time dengan menonton di bioskop sendirian. Film yang ditontonnya saja bahkan sebelum selesai dan Rahma sudah menerornya untuk pulang. Sesampainya di rumah, ia dikejutkan dengan kehadiran orang-orang yang ia sudah kenal–––kecuali Dania, tantenya Dirga.

Bagaimana bisa lelaki itu telah memikirkan acara lamaran bahkan semua orang-orang yang sekarang ada di rumahnya tahu mengenai hal tersebut dan ikut merencanakannya juga?

Makanya Alika bisa menyimpulkan kalau Dirga itu gila.

"Jadi, bagaimana tanggapan kamu, Nak?" suara berat Malik menginterupsi.

Suasana yang tadinya sedikit berisik kini menjadi tenang dengan pandangan tertuju pada satu titik, yaitu Alika.

Rahma tersenyum ketika Alika memandanginya. Begitu pula Malik, Ayahnya bahkan mengangguk.

Pandangan Alika kembali menyusuri orang-orang yang ada disana dan reaksinya serupa dengan kedua orang tuanya. Matanya beralih menatap netra seseorang yang duduk di ujung, menyelami sebentar arti tatapan lelaki itu. Keyakinan dan keseriusan jelas terlihat disana. Dirga benar-benar yakin dan serius dengan tindakannya.

Merubah sedikit posisi duduknya, Alika menarik napas lalu membuangnya pelan, "Bismillah––aku terima lamarannya Mas Dirga."

Lalu, sahutan-sahutan rasa syukur menggema bersamaan. Kecuali Dirga. Lelaki itu terlalu kaget hingga tak berasi apapun selain mata yang sedikit membulat.

Acara lamaran dadakan–––bagi Alika itu terus berlanjut. Dari tukaran cincin dan menentukan tanggal pernikahan. Dari hasil rundingan, alhasil dipilih empat bulan lagi untuk lanjut ke acara sakral yakni pernikahan.

Menikah.

Alika sempat bagong seperti orang yang blank ketika Dirga mendiskusikan hal tersebut di depan banyak orang. Ia seakan tidak diberi jeda untuk dibuat terkejut berkali-kali.

"Ciee calon pengantin."

Senggolan Nabila dilengannya berhasil menyadarkan Alika.

"Gue sama Nabila orang yang berjasa ya, Lik. Jangan sampai lo lupain kita."

Terbaliknya Dunia DirgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang