BAB 23 | Yang Seharusnya Dihormati

1.6K 209 45
                                    

"Dia ayah gue."

Detak jantung dalam dada Riley terasa berhenti saat itu juga. Pendengaran yang menangkap setiap suara disekitarannya mendadak terasa hening, sesak menyerang perasaannya dengan kepalanya yang terasa ikut memberat. Riley hendak bersuara, namun bibirnya terlalu kelu untuk bertanya, ia tak jadi berucap lantaran belum bisa memahami apa yang telah terjadi.

Mungkin memang ada baiknya manusia berserah pada ketidaktahuan daripada mendengar sebuah fakta yang menyakitkan seperti ini. Beragam kategori rasa sakit yang sudah Riley lalui, tidak sebanding dengan rasa sakit Lion sekarang. Mengapa takdir harus sejahat itu? Mengapa takdir selalu mengambil hal paling berharga dari manusia?

"Gue udah biasa kehilangan segala hal yang gue punya." Lion kembali berucap, dengan ekspresi yang seakan menunjukan bawa dirinya masih baik-baik saja. "Dan ayah, udah rela kehilangan nyawa demi nuntasin misi ini."

Zein mengernyit. "Misi?"

"Ngehancurin pelindung Liberaliden."

Sementara Riley menutup matanya sejenak, batinnya terjebak dalam keheningan, kemudian gadis itu menarik napas pelan. "Jelasin, Li."

"Ayah gue punya harga loyalitas yang perlu dibayarkan kepada SGL." Lion menyandarkan tubuhnya dengan tatapan lurus yang menerawang kisah pilu sang ayah. "Di masa lalu, saat usia ayah gue berumur 15 tahun, dia sama sekali gak punya rumah, bahkan untuk makan aja dia susah." Tutur Lion.

"Lalu Kapten Ganara datang dan ngebantu ayah gue, dia ngenalin ayah gue ke keluarganya, mereka ngebantu kehidupan ayah gue, mulai dari tempat tinggal, pendidikan, bahkan sampe sekolah di kemiliteran, semua ditanggung oleh keluarga Kapten Ganara."

Ternyata karena sebuah jasa, dan kejamnya kini seseorang harus merasakan duka demi bayaran atas jasa itu.

Riley menggigit bibirnya kuat, dia kecewa, tapi di sisi lain Riley percaya bahwa Kapten Ganara tidak mungkin melakukan hal jahat tanpa alasan.

"Jasa mereka besar, jadi ayah memang beniat balas budi sejak awal, apapun bentuknya dia siap, sekalipun itu nyawa."

"Tapi kenapa dia berkhianat?" Tanya Riley.

Lion tersenyum getir. Serda Lim atau Letnan Jendral Lim Vandra yang merupakan ayahnya sendiri telah tewas di tangan Kapten Ganara atas dugaan pengkhianatan, namun sampai detik ini Lion tidak membalaskan dendamanya, karena skala kemarahan Lion kepada apa yang telah terjadi tidak bisa diukur lagi sampai dia tidak mampu berontak. Meskipun sakit, meskipun tidak pantas terjadi, Lion harus menerimanya, bukan?

"Ingat tentang Pakta Warsawa yang runtuh tahun 1991?"

Zein dan Riley saling melempar pandang dengan raut tanya.

"Tahun 2015 ayah gue ngasih 15% data rahasia dari salinan black code ke tangan Kapten Ganara. Data itu berasal dari Pakta Warsawa, sengaja diamankan ke militer Indonesia karena mereka tahu kita menganut politik non-blok atau bisa disebut netral. Sayangnya saat itu para petinggi di negara Indo tahu, rahasianya nyaris bocor dan membuat gerakan politik semakin menggila di tahun 2015. Mereka berniat menggulingkan posisi Kapten Ganara serta ayah gue dari dunia pertahanan negara untuk ngerebut data rahasia itu." Ujar Lion. Penjelasannya tentu memberikan tekanan kuat kepada Riley, gadis itu lagi-lagi harus merapatkan matanya menahan gejolak amarah yang bercampur rasa kalut.

"Motifnya jelas karena mereka haus kekuasaan. Karena siapapun yang punya data itu, pasti akan jadi tokoh terpenting yang gak bisa disentuh sembarangan."

Riley mengernyit. "Dan para petinggi itu berhasil ambil datanya?"

Lion mengangguk. "Ayah gue rela jadi budak politik demi ngembaliin data itu ke tangan Kapten Ganara. Tapi para petinggi di sana lebih licik, mereka memecat Kapten dan mengangkat jabatan ayah gue ke pangkat yang lebih tinggi sampai akhirnya Kapten salah paham dan ngira ayah gue berkhianat."

ZERO BASETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang