BAB 28 | Same Face

1.2K 131 27
                                    

Semilir angin dari arah lautan menerpa segala hal di tempat yang penuh dengan alat berat ini. Dermaga. Jadwal Zein hari ini adalah berpatroli dan menjadi pengawal Kapten Ganara.

Dengan rompi keamanannya, Zein terus melangkah, mengiringi sang Kapten Sword Ghost Leger yang berjalan santai di hadapannya. Kala keduanya sampai di tempat yang memudahkan mereka untuk menatap lautan lepas, Kapten Ganara berhenti, pria itu merongoh saku jasnya dan mengapit sebatang rokok. Kemudian Kapten Ganara mengangkat kotak rokok itu ke arah Zein, menawarkan kenyamanan yang bisa sesama laki-laki pahami. Zein yang mengerti segera mengambil satu batang rokok dari sana.

"Entah akan bertahan sampai kapan." Kapten Ganara menyulut ujung batang rokoknya, sedangkan Zein mengernyit mendengar ungkapan Kapten Ganara.

"Maksud anda?"

Zein menerima pematik api itu dan ikut menyalakan rokok yang baru saja ia letakkan diantara bibirnya.

Satu kepulan asap mengudara dari mulut Kapten Ganara. "Zero Base, entah sampai kapan tempat ini akan bertahan."

"Jika anda ingin mempertahankan suatu hal, anda hanya perlu membuat generasi berikutnya."

Pria itu tersenyum sangat tipis. "Dan segalanya akan berubah."

"Itu hal yang pasti. Zero Base tidak akan stagnan, karena waktu adalah perjalanan, sedangkan perubahan adalah kompas yang nantinya akan menuntun tempat ini ke masa lain."

Kapten Ganara terdiam lama. Memang manusia nyatanya selalu berjalan dalam waktu, dalam cara segaris, dari waktu sekarang ke masa depan per satuan waktu sampai kematiannya. Tapi ada juga kalanya manusia berharap dengan sebuah keabadian, yang dimana hal tersebut tidak mungkin terjadi.

"Ya, memang tidak ada yang abadi di manapun." Jawab Kapten Ganara.

Tatapan Zein menyipit, rokok yang ia sesap ini cukup berbeda, ada sensasi yang membuat dirinya tenang.

"Siapapun pasti akan merasakan fase kehilangan, capt."

Kapten Ganara menoleh. "Apa kehilangan terbesar yang pernah kamu rasakan?"

Kepingan-kepingan memori masa lalu sontak muncul ke permukaan, bergelut dan berkecamuk. Pikiran Zein kusut saat mendengar pertanyaan tersebut. Sudah terlalu banyak yang terjadi, sampai mulutnya tidak tahu harus mengatakan apa dan jenis kehilangan mana yang harus dia jelaskan lebih dulu.

"Saya tidak tahu."

Dan kata itu yang pada akhirnya selalu muncul.

Dimanapun, mereka yang dikaruniai nafas akan menemukan banyak lalu lalang musuh, menemukan banyak pemberhentian, menemukan banyak persimpangan, dan menemukan lebih banyak kejutan semesta yang harus dihadapi dengan kondisi jiwa yang utuh atau bahkan rapuh, dan dalam kondisi waras atau pun gila, mereka hanya perlu belajar bertahan.

"Analogi perjalanan memang selalu diikuti kehilangan, dan semua orang mengalami itu."

Jingga semakin jelas. Langit menguning diikuti terbangnya sekelompok burung serta lampu dermaga yang mulai dinyalakan di segala sudut.

Abu dari gulungan nikotin yang kedua pria itu bakar diantara jarinya hanya dibiarkan jatuh, tertiup angin, sedangkan mereka diam dengan isi kepalanya masing-masing.

***

Bugh!

Bugh! Bugh! Bugh!

Bugh! Bugh!

Suara pukulan itu terdengar dari dekat bangunan lama yang membentuk tebing di sisi lautan pulau. Penerangan yang minim membuat beberapa orang berseragam hitam di tempat itu menambah suasana semakin mencekam.

ZERO BASETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang