04. Tamu tak diundang

15.1K 698 8
                                    

Happy Reading

Gak suka skip aja

***

Sepeda motor yang dikendarai oleh Zea kini berhenti tepat di halaman rumahnya. Gadis itu melepas helmnya sebelum masuk ke dalam rumah. Tak lupa melepas sepatu dan meletakkannya di rak sepatu. Dia melangkahkan kakinya menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Namun, sebelum sampai samar-samar Zea mendengar suara beberapa orang mengobrol tepat di ruang makan.

Penasaran, Zea urung untuk segera naik ke kamar. Memilih untuk menjawab rasa penasaran dengan cara melihat langsung. Tepat sebelum sampai di ruang makan, seruan suara bundanya pun terdengar dari arah belakangnya.

"Baru pulang, Kak?"

Segera Zea menoleh ke belakang. Tersenyum lalu menyambut uluran tangan bundanya untuk dia kecup.

"Rame, Bun. Siapa?" tanya Zea kepo.

"Oh, itu. Anak tetangga sebelah. Sekarang kamu bersih-bersih dulu, setelah itu langsung ke meja makan."

"Iya, Bun." Zea menurut, tidak jadi untuk melihat siapakah gerangan tamu di rumahnya. Mungkin karena efek lelah, Zea jadi tidak kepikiran anak tetangga mana yang mampir ke rumahnya apalagi sampai seakrab itu dengan bundanya.

Sementara Hasna kembali menghampiri dua manusia yang duduk anteng di meja makan sambil menyantap masakannya. Wanita itu ikut tersenyum melihat anak tetangganya yang terlihat sangat lahap sekali.

"Makan yang banyak, ya."

Melihat kedatangan Hasna, Akbar pun tersenyum begitu juga dengan Alana. Gadis itu mengangguk patuh, lalu kembali fokus pada piringnya.

"Kebetulan kakaknya Akbar baru pulang sekolah. Paling sebentar lagi turun ke bawah, sekalian nanti ngenalin ke Ana."

"Iya, Tan." Ana dengar-dengar Akbar memiliki seorang kakak perempuan. Sayang sekali tadi malam tidak ikut mengunjungi rumahnya.

Sedangkan Akbar memilih untuk diam. Diam-diam tersenyum membayangkan reaksi keduanya jika bertemu. Akbar jadi agak sedikit takut mengingat kakaknya sangat bar-bar dan sedikit tantrum. Tadi pagi saja sudah secerewet itu saat tahu jika dia berteman dengan gadis yang sudah menyenggol sepeda motornya.

"Biasanya papa kamu pulang kerja jam berapa?" Tampaknya Hasna memulai obrolan ringan agar Alana tidak canggung jika mengobrol dengannya.

Mendapat pertanyaan itu, Alana terdiam sejenak. Meletakkan sendoknya ke atas piringnya dan menurunkan kedua tangannya ke bawah meja. "Ana gak tau, Tan."

"Loh, kenapa bisa?"

Lagi-lagi Alana terdiam. Tidak enak jika berbicara hal yang cukup privasi dan juga takut kalau Hasna akan menganggap buruk tentang papanya.

"Ana juga baru kemarin tinggal sama papa," ucapnya sambil menunduk, menatap jemari tangannya yang saling bertaut.

Tahu akan situasi Hasna memutuskan untuk tidak lagi membahas masalah itu. Lagi pula dia tak ingin Alana merasa tidak nyaman berada di kediaman mereka. Padahal Hasna merasa sangat penasaran. "Ya sudah, jangan dibahas kalau kamu merasa tidak nyaman. Lanjutkan makannya saja."

Alana mengangguk. Tatapan Akbar tertuju pada temannya itu, memang mereka tidak akrab karena baru mengenal sejak masuk SMP. Akbar juga baru kali ini dekat dengan Alana, sebelum dia hanya mengetahui bahwa gadis itu agak keras dan cuek, jadi, hanya sedikit saja yang mau berteman dengannya ketika di sekolah.

"Akbar udah kenyang, Bun," seru Akbar.

"Simpan saja piring kotornya di wastafel, nanti Bunda yang cuci. Mending kamu ke kamar, mandi dan ganti baju."

Perfect DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang