23. Double H

12.9K 779 21
                                    

Happy Reading

WAJIB VOTE!!!

***


Usai kejadian satu kecupan yang terjadi di kediaman Haidar tiga hari yang lalu, sejak saat itu Zea terlihat menghindar. Haidar masih sama, tinggal sendirian tanpa kehadiran Alana. Zea tidak tahu apakah keduanya sudah berbaikan atau belum. Pesan Haidar yang entah sudah ke berapa kalinya sampai saat ini belum Zea balas. Jangankan untuk membalas, membacanya saja tidak. Zea benar-benar menikmati kesehariannya tanpa memainkan ponsel.

Saat ini Haidar terpantau sedang memandangi suasana kota Jakarta dari gedung pencakar langit. Selalu, sejak tiga hari ini. Rasanya menenangkan meskipun ada banyak berkas yang menumpuk di meja kerjanya. Bingung, berkas tersebut mau dia apakan.

Berbeda dengan Haidar yang kembali disibukkan dengan pekerjaannya, saat ini Zea sedang keluar bersama Salwa. Keduanya baru saja selesai menonton bioskop dan sekarang tengah mencari tempat untuk makan.

Sejak keluar dari ruangan bioskop, keduanya asyik cekikikan di sepanjang jalan. Beruntung orang-orang di sana tidak terlalu mempedulikan.

Zea dan Salwa hanya memesan camilan karena kebetulan keduanya masih kenyang. Saat pesanan datang, keduanya mengeluarkan ponsel masing-masing. Seperti cewek-cewek pada umumnya yang suka memotret makanan mereka sebelum dicicipi. Begitu lah yang dilakukan oleh Zea dan Salwa.

Melalui kamera belakang, Salwa memontret Zea dengan memberi jarak yang pas. Kelakuan mereka tentu saja dilihat oleh sebagian orang, namun, tentu saja orang-orang itu tidak bisa berkata julid karena tidak ada urusannya dengan mereka.

Salwa kembali duduk dengan benar lalu memberikan ponsel Zea kepada pemiliknya. Salwa menarik kursinya lebih dekat begitupun dengan tubuhnya yang ikut maju.

''Ze,'' bisik gadis itu pelan. Zea menatapnya penasaran. ''Itu cowok liatin lo mulu.'' Salwa mengode ke arah belakang Zea. Di mana ada seorang laki-laki sedang menatap ke arah mereka. Sedari tadi dan begitu lekat. Salwa sampai risih dibuatnya.

''Mana?'' tanya Zea hendak menoleh ke belakang.

Namun, dengan cepat Salwa memegang kedua sisi kepala Zea dan menahannya. ''Jangan diliat!'' Zea hanya mengangguk patuh.

''Lo serius dia lagi liatin gue?'' Zea seolah tidak percaya. ''Bukannya lagi liatin lo?''

Salwa menggeleng. ''Jelas-jelas gue liat dengan kepala mata gue sendiri. Habis ini kita langsung pulang aja.''

Zea mengiyakan saja. Sampai saat ini dia belum melihat paras laki-laki yang Salwa maksud tadi. Meski begitu Zea tidak penasaran sama sekali. Salwa saja yang berpikir terlalu negatif. Padahal kan mungkin saja laki-laki itu melihat mereka karena merasa tingkah keduanya itu menganggu.

''Dia masih liatin loh, Ze,'' beritahu Salwa.

''Liatin balik coba.''

Salwa mencobanya. Begitu matanya dan mata laki-laki itu bertubrukan, Salwa langsung memalingkan wajahnya cepat. Sekarang matanya terpejam dengan kepala menunduk ke bawah.

''Gimana?'' tanya Zea.

Sahabatnya itu menggeleng cepat. Ekspresinya meringis membuat Zea khawatir. ''Jangan diliat, Ze!'' Salwa memotong ketika Zea hendak menoleh ke belakang.

''Serem mukanya? Ada tatonya?'' tebak Zea yang dibalas gelengan kepala oleh Salwa. ''Terus?"

''Terlalu tampan! Gue mau mimisan, Ze!''

''Yassalam, Wa! Gue kira apaan. Astaga ini bocah.'' Zea tidak habis pikir. Dia menyentil dahi Salwa karena merasa gemas. Ternyata mengkhawatirkan Salwa itu tidak sepenuhnya baik.

Perfect DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang