Happy Reading
Jangan lupa vote sebelum baca
Jangan lupa follow
***
"Itu nanti jangan lupa diantar ke sebelah, ya. Kemarin Bunda sudah janji mau masakin opor ayam untuk Alana," pesan Bunda Hasna saat sedang mencuci tangannya di wastafel. Sementara Zea sekarang sedang menunggu masakannya matang.Jika untuk makan malam memang Zea sering turun langsung membantu Bundanya di dapur.
"Iya. Bunda siapin aja nanti Zea antar setelah ini," balas Zea.
Saat masakannya sudah selesai, Zea pun memutuskan untuk mandi karena tubuhnya sudah lengket oleh keringat. Belum lagi bercampur aroma asap.
10 menit kemudian Zea kembali turun ke bawah dan mendapati Bundanya sudah selesai menata makanan di meja makan.
"Ini, antarkan sekarang. Nanti keburu malam," ucap Bunda Hasna memberikan mangkuk berukuran sedang kepada putrinya.
Zea menatap mangkuk itu yang memiliki penutup kaca lalu mengambilnya. Dia pun berpamitan untuk mengantarkan opor ayam buatan Bunda Hasna untuk Alana.
Zea berjalan hati-hati takut jika masakan Bundanya jatuh ke lantai. Sesampainya di depan rumah tetangganya, dia pun mengetuk pintu. Namun, sampai ketukan ke lima pun tidak ada sahutan dari dalam. Padahal sepeda motor Alana terparkir di depan. Akhirnya Zea memberanikan diri untuk masuk ke dalam. Toh dia sudah terbiasa ke rumah itu.
"Al," seru Zea begitu berada di dalam.
"Alana! Tidur apa mati??" pekik Zea cukup kencang. Sehingga membuat penghuni rumah itu keluar dari sarangnya.
"Doanya jelek banget." Sahutan dari Alana terdengar dari lantai atas. Zea mendongakkan kepalanya mendapati Alana yang baru saja turun. "Baru selesai mandi. Eh, itu apaan?"
Mata Alana sungguh jeli. Jika sudah melihat keberadaan Zea di rumahnya sudah dipastikan dia akan mendapat makanan enak.
Alana menghampiri Zea dan melihat isi dari dalam mangkuk itu dari penutup kaca. Matanya langsung berbinar terang. "Wah! Opor buatan tante."
Mendengar itu Zea hanya memutar bola matanya jengah. Jika sudah menyangkut tentang Bundanya, pasti Alana sangat antusias sekali. Bahkan Zea tebak jika Alana tidak selengket dan semanja itu pada mama kandungnya.
"Enaknya ... sini, Ze, taruh di meja yang terlihat kosong ini."
Alana mendorong pelan bahu Zea menuntunnya ke meja makan yang seperti biasa tampak kosong melompong. Zea menebak jika di rumah itu hanya ada nasi putih di dalam rice cooker.
"Nasinya, nasi kapan? Lo udah masak yang baru belum?" tanya Zea yang dibalas gelengan kepala oleh Alana.
"Kebiasaan, Al. Coba belajar pelan-pelan. Kalau gitu terus yang ada lo mati kelaparan di rumah ini."
"Makan di rumah lo 'kan bisa," timpal Alana membuat Zea menelan mentah-mentah omelannya barusan. Tidak ada yang salah memang. Tapi, Alana itu tidak tahu malu. Tidak tahu diri. Astaga! Yang benar saja setiap mau makan harus menumpang di rumahnya? Bisa-bisa habis beras di rumah Zea.
"Bentar lagi lo naik kelas 9 SMP, Al. Belajar kek minimal masak nasi sama cuci piring bekas sendiri. Itu malah numpuk banget cucian di wastafel. Jangankan nyuci piring bekas sendiri, nyuci celana dalam aja harus diantar ke laundry," sindir Zea.
"Heh! Mana ada," sangkal Alana.
"Ada, buktinya gue gak pernah liat jemuran di rumah ini. Padahal mesin cuci ada, tapi, masih laundry."

KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Duda
RomantizmSEASONS 1 CERITA DENGAN ALUR RINGAN!!! WELCOME TO SPESIALIS LAPAK HAPPY ENDING! ***** Pertemuannya dengan Alana ternyata membawanya menuju jurang penuh siksaan. Zea tak tahu kesalahan apa yang dia perbuat sampai-sampai harus hidup bertetanggaan den...