34. You are mine

12K 830 58
                                    

Happy Reading🙇‍♀️

Vote dulu ya baru baca👊

***

Seharian ini Zea belum mendapat kabar dari Haidar. Ini adalah hari ketiga sejak kepergian Haidar. Pria itu berkata hanya tiga hari berada di luar kota. Entah karena Zea yang sudah mulai bucin atau rasa berlebihnya saja. Tapi, kali ini dia sedikit merindukan pria yang usianya saja terpaut 17 tahun dengannya. Itu berlebihan. Mereka belum lama kenal, tapi, rasa nyaman begitu cepat hadir. Rasa ingin selalu bersama begitu kuat menggoda.

Zea tidak tahu perasaan apa yang saat ini dia rasakan. Belum pernah jatuh cinta membuatnya merasa bingung. Apa itu cinta? Mungkinkah sekarang hanya sebatas rasa kagum semata? Usianya masih terlalu belia untuk mengenal dunia asmara.

Sejak pulang sekolah, Zea sudah memandangi layar ponsel yang menyala. Chatnya satu jam yang lalu belum mendapat balasan padahal centang dua abu.

Suara ketukan pintu membuat Zea sontak menatap daun pintu yang tertutup rapat. Mematikan ponselnya, dia beralih menghampiri. Ternyata Bunda Hasna. Zea membuka lebar pintu kamarnya.

‘’Iya, Bun?’’

‘’Bunda mau keluar. Itu Alana ada di bawah, kamu temani gih.’’

‘’Lah, Akbar mana?’’

‘’Itu masalahnya. Adek kamu merengek mau ikut, katanya pengen beli sesuatu.’’

Zea mendengus kasar. ‘’Suruh aja dia ke sini."

Bunda Hasna mengangguk. "Ya udah, Bunda sampaikan ke Alana. Kamu jaga rumah, ya. InsyaAllah Bunda gak akan lama. Kamu mau nitip apa?"

"Zea mau gado-gado."

"Itu aja?" Zea mengangguk.

Selepas kepergian Bunda Hasna, Zea kembali menutup pintu kamar. Meraih laptop dan meja kecil lalu menaruhnya di atas kasur. Zea memutuskan untuk menonton drama saja untuk menghilangkan rasa bosannya.

"ZEA, BUKA PINTUNYA!!"

Suara teriakan dan gedoran pintu dari luar membuat Zea terkejut. Memang saat itu dia sedang mencari referensi judul drama untuk ditonton. Tiba-tiba saja mendengar teriakan dari luar. Hampir saja dia memukul laptopnya.

"GAK USAH TERIAK! MASUK AJA ITU GAK DIKUNCI." Tentu saja Zea tidak mau kalah, dia membalas teriakan dari Alana tentunya.

Alana muncul dari balik pintu. Gadis itu menyengir sembari mendekati Zea dan ikut duduk di dekatnya.

"Wuih, laptop. Nonton dong!" Alana langsung menempel padanya. Zea memutar bola matanya malas. Meskipun begitu, dia tetap membiarkan Alana berada di dekatnya. Telinga Zea rasanya sudah pengang mendengar ocehan Alana.

Sejak mereka tidur dalam satu kamar, Alana jadi lebih berani. Hei, sejak kapan Alana menjadi gadis yang pemalu dengannya? Zea rasa tidak ada kata malu di hidup Alana.

"Nah, itu aja itu!"

Dengan rasa antusiasnya, Alana menunjuk sebuah drama genre horor. Oh tidak!

"No!" tolak Zea cepat.

Alana mendelik menatap Zea. "Takut lo? Siang-siang begini masa takut sih?"

"Siang gini juga banyak hantu. Udah, pilih genre lain aja. Gue gak mau nonton horor." Jika dihitung menggunakan jari, seumur hidup Zea dia baru menonton drama genre horor sebanyak 5 kali. Itu pun menonton di balik celah jemari tangannya yang sengaja direnggangkan kecil.

Yang paling benar Zea menonton genre romance saja. Namun, kali ini pilihannya jatuh pada genre action. Mana mungkin dia menonton drama romance ditemani oleh Alana. Yang ada dia tak bebas senyum tidak jelas, nyengir, dan kadang menggigit bantal. Belum lagi jika ada scene kissnya. Sudahlah, rasanya Zea ingin jungkir balik.

Perfect DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang