42. I love you from Zea

13.4K 1K 104
                                        

Happy Reading

***

Haidar menatap mobilnya yang terparkir di parkiran lantai 2 mal sebelum akhirnya masuk ke dalam. Zea yang melihat itu mengernyitkan dahinya bingung. Bukannya duduk di kursi kemudi, pria yang satu ini kenapa malah masuk dan duduk di kursi belakang? 

''Om gak nyuruh aku nyetir, kan?'' lontar Zea curiga jika Haidar menyuruhnya untuk menyetir mobil. Jangankan menyetir mobil, tahu dasar-dasarnya saja tidak. Yang ada malah mobil itu langsung menabrak tembok dengan kecepatan tinggi jika dia yang menyetir.

Haidar mengabaikan pertanyaan gadisnya. Dia tetap berada dalam pendiriannya. Duduk tegap dengan pandangan ke arah lain, bahkan pintu mobil dibiarkan terbuka. Tidak ada jawaban atau sekadar deheman darinya. Hal itu membuat Zea mendengus kesal. Akhirnya dia ikut-ikutan masuk ke kursi belakang, mendudukkan dirinya tepat di samping pria itu.

Zea menatap kesal, sedangkan Haidar menatap santai ke arah luar. Gadis itu merasa sedang bersama batu yang sama sekali tidak bergerak ataupun mengeluarkan suara. Apakah ada yang salah dengan pria itu? 

Kesal didiamkan akhirnya Zea pun ikut diam. Tubuhnya bersandar di belakang sambil melipat kedua tangannya di dada. Zea menatap lurus ke depan di mana kondisi parkiran mobil saat ini saat ini sepi. Sepi dalam artian tidak ada orang yang berlalu lalang.

5 menit sudah berlalu dan Zea mulai merasa bosan. Haidar benar-benar tidak bergerak sama sekali dari posisinya. Apakah pria itu sedang bertapa dan melakukan ritual pemanggilan roh halus? Bukannya apa sampai Zea berpikiran seperti itu. Zea merasa dingin di sekelilingnya, jadi, itu terasa sedikit horor.

''Om,'' panggil Zea berharap mendapat sahutan dari Haidar. ''Gunanya aku di sini tuh apa? Tadi aja narik-narik, giliran udah di dalam mobil malah diam.'' Baiklah. Zea semakin kesal karena Haidar benar-benar tidak bisa diandalkan. Bahkan untuk menoleh pun dia tidak mau.

''Aku mau pulang. Kalau Om gak mau nganterin, biarin aku pulang bareng Alvin.'' 

Haidar menggerakkan kepalanya semakin ke kanan. Melihat itu Zea menghela napas berat. Dia merogoh ponsel dari dalam tasnya untuk menghubungi orang yang dimaksudnya tadi. ''Aku pulang bareng Alvin nih. Beneran?'' Zea sedikit memberi umpan agar Haidar terpancing. Nyatanya sekarang pria itu malah ikut menggeser tubuhnya menyamping menghadap kanan, menatap kaca mobil yang tertutup rapat.

Zea berpura-pura mengotak-atik ponselnya. Merasa jika umpannya tidak termakan, sekali  lagi dia menghela napas panjang. Zea mematikan ponselnya dan kembali menyimpannya. Ingat, dia hanya berpura-pura. Zea tidak menghubungi siapa pun tadi.

Hari sudah semakin malam. Kepala Zea pun ikut pening dibuatnya. Beruntung masa ujiannya sudah selesai, jadi, dia tidak takut untuk tidur larut malam.

Tidak tahan lagi, Zea pun menarik lengan Haidar agar berbalik dan menatapnya. Tapi, pria itu menepis pelan tangan Zea. 

''Kenapa sih?!'' bentak Zea tidak tertahankan. ''Dari tadi diam terus. Ditanya malah gak dijawab. Capek tau, ngomong sendiri dan jawab sendiri, tapi, gak direspon sama sekali. Kalau emang mau sendiri bilang biar aku bisa pergi. Jangan malah nyeret-nyeret buat ikut ke sini.''

Sudah cukup. Zea lelah dengan sikap Haidar yang satu ini. Sifatnya yang satu ini belum pernah dia lihat sebelumnya.

''Pergi saja. Saya memang pantas untuk ditinggalkan sampai kapan pun itu.''

Perfect DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang