32. Tanda cinta

12.6K 754 33
                                    

Happy Reading 🙇‍♀️

Jangan lupa VOMENT!

***

"Al," seru Haidar saat makan malam tengah berlangsung.

Alana mengangkat kepalanya, menatap sang papa penuh tanya.

Tanpa berbicara pun, Haidar sudah tahu arti dari tatapan putrinya. "Besok Papa ada pekerjaan di luar kota. Nanti coba Papa tanya ke Zea, apakah dia mau menemani kamu selama Papa tidak ada di rumah."

"Nginap berarti?"

Haidar mengangguk.

"Berapa lama?" tanya Alana.

Haidar mengangkat tangannya, menunjukkan tiga jarinya. "Cuma tiga hari. Kamu tidak apa-apa, kan?"

"Gak papa," jawab gadis itu. Kemudian keduanya langsung menghabiskan malam malamnya dengan cepat.

Setelah makan malam selesai, seperti biasa Alana hendak ke rumah Zea. Tujuannya ke sana hanya satu, yaitu menghabiskan waktunya bersama bunda Hasna dan terkadang bermain bersama Akbar.

"Nanti Zea kamu suruh ke sini. Papa mau bicara sama dia." Satu pesan Haidar yang diingat oleh Alana sebelum meninggalkan rumah.

Entahlah. Seperti ada yang tertukar di sini. Alana pergi ke rumah Zea dan begitu sebaliknya. Sudah seperti melakukan pertukaran anak saja, bukan lagi pertukaran pelajar yang biasa dikenal di dunia pendidikan.

Beberapa saat setelah kepergian Alana, Zea pun datang. Gadis itu disambut dengan ciuman lembut di keningnya oleh sang pemilik rumah.

Siapa lagi kalau bukan Haidar Abimana.

Tampaknya pria itu sudah bersiap sedari awal untuk menyambut kedatangan Zea. Seperti biasa.

"Selamat malam, Zeyasha Adiva," sapa Haidar setelah mendaratkan bibirnya di kening gadis itu.

Zea hanya bisa menundukkan kepala menahan senyum. "Selamat malam, Mas Haidar-ku."

Langsung saja Haidar berdecak kagum. Perlahan dia menarik tangan Zea ke ruang tengah dan mengajaknya duduk santai di sofa empuk.

Enggan buka suara, Haidar kedapatan sedang memandang wajah Zea yang selalu cantik di matanya. Bagian yang paling suka dia tatap adalah mata dan bibir. Dua itu yang selalu melelehkan Haidar di musim panas sekalipun.

Ditatap dalam waktu yang cukup lama tentu saja membuat Zea salah tingkah. Beda lagi jika ditatap oleh orang asing, tentu dia akan merasa risih. Tapi, ini seorang Haidar Abimana yang tatapannya saja kadang suka membuat Zea khilaf.

"Mau apa, Mas?" ucap Zea memecah keheningan di malam senin.

"Kamu," jawab Haidar sembari menopang kepala dengan tangan kirinya.

Zea melengos, melempar tatapan ke sembarang arah. Perlahan Zea menyadari tangan kirinya terasa hangat. Dia menunduk, menatap tangannya yang entah sejak kapan sudah berada dalam genggaman Haidar.

"Saya mau izin, besok senin mau ke luar kota. Ada beberapa klien yang harus ditemui dan juga harus memantau proyek yang mengalami masalah di sana."

Perfect DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang