41. Zea sudah sold out

9.6K 745 73
                                    

Happy Reading

***


Ujian kelulusan yang berlangsung tepat 7 hari itu akhirnya berlalu. Hari ini mereka sudah bebas dari soal ujian maupun masuk sekolah. Karena setelah ujian, mereka tidak diwajibkan untuk datang ke sekolah terkecuali ada beberapa kepentingan yang mengharuskan untuk datang termasuk pengembalian buku paket.

"Deg-degan gue, Wa," curhat Zea yang mengkhawatirkan sesuatu. Keduanya baru keluar dari ruang ujian. Mereka berada di satu ruangan yang sama.

"Sama, takut banget kalo gak lolos. Nanti lo ngeceknya kapan? Pengumumannya kan jam tiga sore," tambah Salwa.

Zea mengangkat kedua bahunya. "Belum tau, maunya sih sore. Tapi, mending malam aja soalnya mau liat bareng ayah juga."

Salwa mengangguk. Tepat di hari terakhir mereka ujian, bertepatan juga dengan pengumuman hasil seleksi nasional berbasis prestasi yang merupakan jalur untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri.

"Spill ya kalo udah ngecek. Gue penasaran banget sama hasilnya, mana masih tiga jam lagi. Bikin tremor."

"Kalo ditolak sih gue nangis banget."

"Kalo diterima?" tanya Salwa.

"Nangis juga soalnya terharu," jawab Zea diakhiri dengan tawa.

"Apapun hasilnya syukuri aja. Intinya besok kita harus jalan, kebetulan itu si Alvin ngajak keluar juga."

"Niat banget mau jodoh-jodohin gue sama sepupu lo itu," sindir Zea yang tentu saja paham kode dari Salwa yang terus-terusan mendekatkan dirinya dengan Alvin, sepupu Salwa.

Sejak hari itu, ponsel Zea selalu mendapat notifikasi dari Alvin yang kadang memberi semangat. Tak hanya itu, Alvin juga sering mengajak Zea keluar, namun langsung ditolak oleh gadis itu karena dia ingin fokus belajar untuk ujiannya.

Salwa merangkul bahu Zea dan mengajaknya untuk segera pulang. "Tentu dong. Biar lo bisa move on dari si om-om itu. Btw, masih ketemuan gak?"

"Pernah sekali, habis itu enggak lagi," jawabnya jujur. Kejadian itu sudah satu minggu yang lalu di mana pria itu mengantarkan Akbar pulang.

"Terus, ngapain aja?" kepo Salwa.

"Ya gitu lah, ngapain sih nanya-nanya?" selidik Zea merasa heran.

"Nanya doang," kilah Salwa. "Eh, besok jadi loh ya! Awas aja lo gak ikutan."

Zea menggelengkan kepalanya. Dia belum memberi kepastian. "Besok? Bukannya besok kita harus ngembaliin buku paket?"

Sahabatnya itu langsung berdecak pelan. "Itu kan pagi, Zea sayang. Nah, biar enggak tabrakan, kita keluar malam. Sekalian mau nonton bioskop kata Alvin."

"Bosan nonton mulu."

"Ck! Alasan terus. Udah deh jangan banyak cincong."

"Tapi, kan--"

"Zea sayang?"

"Oke, fine!"

"Pinter, itu baru sahabat gue," ucap Salwa memenangkan perdebatan kali ini.

Malam harinya Zea sudah stay di depan laptop. Jam menunjukkan pukul 19.30. Gadis itu sudah membuka situs web resmi pengumuman hasil seleksinya. Tambahan, dia juga sudah mengisi nomor pendaftaran dan tanggal lahir. Selanjutnya tinggal memencet lihat hasil seleksi. Namun, sampai sekarang dia belum juga mengkliknya padahal ayah dan bunda serta adiknya sudah menunggu.

Gadis itu meremas tangannya sendiri karena dilanda gugup dan cemas. Telapak tangannya terasa dingin dan berkeringat.

"Lama banget sih, Kak," ketus Akbar geram. Dia juga penasaran.

Perfect DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang