10

377 39 2
                                    



═════════•°•⚠️•°•═════════



"Halo, dad."

"iya kenapa, Mark?"

"Mark hari ini izin pulang telat ya? Soalnya Mark mau ngambilin barang-barang Mark yang ada di apart Mark."

"Ohh yaudah, nanti mau daddy jemput gak?"

"Gausah dad, nanti Mark baliknya sama Lucas."

"Yaudah kalo gitu, jangan lupa makan ya."

"Hmm, iya dad."

Panggilan pun berakhir, Mark memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Ia kemudian berjalan masuk ke dalam lift, menekan tombol angka 5 dimana tempat apart nya berada. Beberapa saat kemudian, pintu lift terbuka  dan Mark pun keluar dari sana. Ia berjalan menyusuri lorong dan menuju apartemen yang paling ujung. Saat sampai di depan pintunya, Mark menekan pin nya lalu membuka pintu tersebut.

Mark langsung berjalan menuju kamarnya, dia merebahkan tubuhnya sesaat, entah karena apa, saat ini ia merasa tidak punya energi melakukan apapun. Ia pun memutuskan untuk tidur sejenak untuk mengumpulkan kembali energinya.

Saat matanya sudah terpejam, tiba-tiba saja ia merasakan ada seseorang yang memeluknya, ia pun langsung membuka matanya dan melihat siapa yang memeluknya.

Mark terkejut saat melihat ternyata Jeno yang sudah memeluknya, Jeno menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Mark. Sayup-sayup Mark mendengar suara tangisan dari Jeno, dan itu semakin membuat dirinya bingung.

"Jen, lo kenapa?" Mark mencoba melihat wajah Jeno.

Jeno kemudian mengangkat wajahnya yang sudah penuh lebam bekas perkelahiannya tadi pagi. Mark yang melihat itu semakin dibuat terkejut, kenapa bisa Jeno seperti ini.

Mark pun bangun dan mendudukkan dirinya, Jeno pun mengikuti apa yang dilakukan Mark namun dengan wajah yang menunduk menahan tangisnya.

"Ya ampun Jen, kenapa muka lo bisa babak belur gini? Lo abis ngapain? Lo berantem sama siapa?" tanya Mark tanpa ada titik koma nya.

Jeno pun mengangkat wajahnya, ia kembali terisak. Mark pun semakin penasaran dengan apa yang terjadi pada Jeno.

"Jen, kasi tau gue."

"Nana..."

Mark memegang wajah Jeno saat mendengar nama Jaemin, dia bertanya-tanya apakah terjadi sesuatu pada Jaemin.

"Nana kenapa, Jen?" tanya Mark semakin penasaran.

"Mark... Nana selingkuhin gue hikss. Dan gue berantem sama dia sampe kayak gini." jelas Jeno.

Mark memeluk Jeno, tentu saja dia sangat terkejut mendengar penjelasan Jeno, kenapa bisa Jaemin melakukan hal itu pada Jeno.

"Mark." panggil Jeno dengan suara yang terdengar pelan namun masih bisa Mark dengar.

"Hmm iya, kenapa Jen?" jawab Mark sembari mengelus-elus kepala Jeno.

"Gue, gue minta maaf."

Mark yang mengerti arti maaf Jeno pun kembali teringat saat dimana dia sangat membutuhkan Jeno. Dan setelah sekian lama, baru sekarang Jeno meminta maaf padanya, dan itu membuat Mark berpikir bahwa dia memang tak sepenting itu untuk Jeno. Mark menahan tangisnya, jujur saja saat ini hatinya terasa sakit, dan hatinya semakin sakit saat Jeno lagi-lagi mengeluh tentang Jaemin padanya. Mark sangat membenci perasaannya saat ini, kenapa ia harus mencintai orang yang tidak pernah mencintainya.

"Jen, udah ya. Sini gue obatin luka lo dulu, abis itu baru gue masakin ya?" ucap Mark saat sudah bisa mengendalikan dirinya.

Jeno pun menurut dan mulai melepaskan pelukannya pada Mark. Mark tersenyum melihat Jeno, dia kemudian mengambil kotak obat di laci mejanya. Mark menuangkan sedikit obat untuk dioleskan di wajah Jeno, ia melakukan hal itu dengan sangat hati-hati, takut membuat Jeno merasakan sakit.

Sedangkan Jeno, entah kenapa saat melihat wajah Mark yang begitu khawatir padanya merasa bahagia. Dan seolah-olah hal itu bisa membuatnya lupa tentang masalahnya dan Jaemin. Seperti ibarat Mark adalah obat bagi Jeno saat dia terluka, sedangkan Jeno tidak pernah menjadi obat bagi luka Mark. Jeno lagi-lagi teringat akan perlakuannya pada Mark, dimana saat Mark sangat membutuhkannya dia selalu tak berada disana untuknya.

"Mark." panggil Jeno. Mark yang masih fokus pada luka-luka Jeno pun hanya berdehem sebagai jawaban.

Jeno yang merasa diabaikan pun menahan lengan Mark yang sedang mengoleskan obat pada lukanya. Mark pun memberikan ekspresi seperti sedang bertanya ada apa. Jeno menghela nafasnya, ia kemudian mengambil tangan Mark yang satunya lagi dan menggenggam tangan Mark.

"Maafin gue ya, Mark. Gue gak pernah jadi orang yang selalu ada buat lo, gue udah gagal jadi sahabat lo. Gue gak pernah ada disaat-saat lo sangat perlu bantuan, sedangkan lo sebaliknya. Tapi lo gak pernah marah atau ngeluh tentang hal itu, gue benar-benar gak becus jadi sahabat lo. Maafin gue Mark, maafin gue. Maafin gue pas itu gak ngangkat telpon dari lo, maafin gue karena gak nganterin lo ke bandara, maafin gue karena baru sekarang gue tau kalo kita saudara."

Hati Mark terasa teriris mendengar ucapan Jeno, Mark merasa senang karena Jeno meminta maaf padanya, namun juga merasa sakit mendengar kenyataan yang dikatakan Jeno, kenyataan dimana dia dan Jeno adalah saudara. Mark menahan tangis untuk kedua kalinya, tapi percuma saja, karena pada akhirnya Mark pun meneteskan air matanya.

Mark tersenyum getir, ia berusaha menghentikan tangisnya, namun tak bisa. Ia kemudian melepaskan genggaman tangan Jeno dan berdiri perlahan-lahan. Jeno mendongak melihat Mark yang memberikan senyuman padanya, dan dia tidak bisa mengartikan senyuman Mark saat ini.

"It's okay Jen, gue udah maafin lo dari dulu. Dan lo bukan sahabat yang gak becus, tapi lo sahabat terbaik gue. Dan untuk hal-hal yang gak bisa lo perbaikin pas kita jadi sahabat, perbaikin sekarang pas kita udah jadi saudara. Jadi saudara terbaik gue juga ya, Jen?" ucap Mark tulus. Dia sebenarnya tidak rela untuk mengatakan hal tersebut, namun dia juga harus menerima kenyataannya saat ini.

"Ee kalo gitu... gue mau masak dulu. Lo mau... makan apa?" tanya Mark.

"Gue bakal makan apapun yang lo masak, kak." jawab Jeno.

Lagi dan lagi, hati Mark semakin sakit mendengar panggilan Jeno padanya.





═════════•°•⚠️•°•═════════





Happy reading:)
Janlup vote

Loving You Hurts Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang