*26*

120 13 9
                                    


Reiga duduk terdiam di dalam mobilnya, amplop berisi hasil otopsi jenazah yang dikira Casandra, kakaknya, tergenggam erat di tangan.

Meski sudah mendapatkan izin dari lelaki yang mengaku sebagai suami Casandra, Reiga masih merasakan ada yang janggal.

Dengan hati-hati, Reiga mengeluarkan selembar kertas dari dalam amplop itu. Matanya membelalak saat melihat hasil tes DNA yang tertera jelas - perempuan yang diotopsi itu sama sekali tidak memiliki hubungan darah dengan ayahnya.

Reiga memukul stir mobilnya, rasa kemenangan membuncah dalam dirinya.

"Sudah kuduga! Dia bukan Casandra! Kak Casandra pasti masih hidup sampai saat ini. Aku pasti akan menemukanmu, Kak, tidak akan ada yang bisa menyentuhmu!" gumamnya, seolah berbicara pada diri sendiri. Tekad untuk menemukan sang kakak semakin bulat dalam hatinya.

Di tempat lain, Farka dan Fellora berjalan beriringan di jalan sepi dengan pemandangan sawah yang indah.

Farka ingin mengajak istrinya itu berjalan-jalan, berharap dapat memudahkan proses kelahiran sang buah hati nanti.

"Sayang, aku takut gimana nanti lahiran?" ujar Fellora dengan nada cemas, matanya memandangi perut besarnya.

Farka merangkul Fellora dengan lembut, berusaha menenangkan.

"Jangan takut, sayang. Kamu pasti bisa! Aku kan ada di sini. Jangan terlalu cemas, oke? Sekarang, kamu harus rajin berolahraga, jalan-jalan. Jangan stres-stres. Dan, Baby Oster, kamu jangan susah-susah keluarnya, ya!" ujarnya, mengajak bicara sang bayi yang masih berusia tujuh bulan lebih.

Tiba-tiba, ponsel Farka bergetar di saku celananya. Dengan cepat, ia mengangkat panggilan itu.

"Halo! Kamu nggak lihat apa, saya sedang quality time dengan istri saya!" sahutnya dengan nada ketus kepada anak buahnya di seberang telepon.

"Maafkan saya, Tuan. Tapi saya sudah melakukan tugas yang Anda berikan, dan saya akan mengirimkan foto pernikahan itu lewat map, serta informasi kehamilan Quilera dari dokter yang menanganinya," ujar anak buah itu sebelum memutuskan panggilan.

Fellora, penasaran dengan apa yang dibicarakan suaminya, bertanya,

"Ada apa, sayang?"

Farka tersenyum ringan seraya memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku.

"Tidak apa-apa, sayang. Cuma masalah pekerjaan," jawabnya, lalu kembali mengajak Fellora berjalan santai menikmati pemandangan indah.

Sekitar tiga hari setelah menikah, Quilera dan Ryzard tampaknya tidak tertarik untuk tinggal di rumah ibu Quilera. Ryzard masih disibukkan dengan pekerjaannya, dan kini teringat dengan hadiah amplop map dari rekan kerjanya, Pak Ezza.

Saat membuka map tersebut, Ryzard terkaget-kaget bahagia. Isinya adalah sertifikat vila mewah di dekat pedesaan kawasan Jakarta Utara.

"Wah, wah... Pak Ezza tahu saja selera saya!" gumamnya bangga, sambil melihat-lihat desain vila baru itu di meja kerjanya.

Sementara itu, di tempat lain, Fellora terlihat berusaha melakukan yoga kehamilan di lantai kamar, sementara Farka tertidur pulas kecapekan setelah memijitnya semalaman.

Tiba-tiba, bel berbunyi, memecah keheningan. Fellora mencoba beranjak dari duduknya, berjalan menuju pintu depan. Saat membuka pintu, tidak ada siapa-siapa, hanya sebuah paket yang dikirimkan.

Popo Anka's Patience [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang