Si Merah konon pertama kali muncul di pegunungan utara seribu tahun yang lalu dan masih menjadi sumber ketakutan rakyat Kerajaan Tearvale hingga saat ini. Tidak ada yang tahu dari mana benda itu berasal dan apa tujuannya menyerang, pun tidak ada yang memahami tabiatnya –apakah itu makhluk hidup ataukah hanya sebuah gejala alam.
Seseorang yang selamat dari Si Merah pernah menceritakan sesuatu yang mengerikan. Temannya yang 'dimakan' oleh Si Merah menjerit sangat keras ketika kaki-kakinya mulai dirambati. Dia berteriak seakan-akan setiap inci tubuhnya digerogoti oleh sesuatu yang tajam dan panas sedikit demi sedikit hingga hanya meninggalkan selapis daging tipis yang menempel pada tulang belulang.
Tujuh tahun yang lalu ketika Si Merah menembus tembok di Desa Rye, Kerajaan Tearvale kehilangan sebagian besar wilayah utara. Hanya Kota Karassas yang tersisa.
Putra Mahkota Ascelo sampai di depan tembok Karassas saat matahari sudah tenggelam. Para komandan militer yang mendampinginya menyarankan agar mereka mendirikan tenda malam ini dan mulai bergerak besok pagi. Namun, Ascelo membalas mereka dengan tatapan tajam.
"Kita berada di luar tembok Karassas dan kalian bilang ingin membangun tenda? Siapa yang tahu kapan benda terkutuk itu akan muncul dan menelanmu selagi kau sibuk menyalakan api?"
Marquis Delabona –pemimpin wilayah Karassas melangkah maju. "Pasukan Anda telah berjalan selama seharian penuh dari ibukota. Saya tahu kalau semakin cepat kita menghabisinya akan semakin baik, tapi pasukan Anda juga butuh istirahat, Yang Mulia."
Suara desingan logam melayang di udara. Tempat itu menjadi benar-benar hening ketika Ascelo menghunuskan pedangnya ke leher marquis. Setitik darah menetes dari ujung pedang Ascelo yang menggores kulit marquis dan membuatnya benar-benar menahan napas.
Marquis Delabona tahu, salah gerakan sedikit saja, nyawanya bisa melayang. Lupakan soal Si Merah, ada satu iblis yang lebih menakutkan di sini.
"Sekarang pilih. Ikuti perintahku atau mati di sini oleh pedangku?"
Marquis Delabona langsung berlutut. "Rendahan ini telah melakukan kesalahan, Yang Mulia."
"Jangan membantah dan lakukan saja," kata Ascelo sambil menjauhkan pedangnya.
Merasa semua keributan telah berhasil diatasi, Ascelo naik ke punggung kudanya. Hari ini dia membawa seribu orang. Bukan jumlah yang besar bila dibandingkan dengan total seluruh tentara kerajaan. Namun, Ascelo memilih pasukannya sendiri dengan standar yang telah dia tentukan sendiri. Dia tahu sejauh mana kemampuan orang-orang yang dia bawa, jadi Ascelo merasa percaya diri dan mulai memacu kudanya di depan.
Tidak sulit untuk menemukan Si Merah meskipun langit sangat gelap. Setiap butirnya memancarkan cahaya kemerahan yang membuatnya terlihat menyala di malam hari. Begitu pasukan Ascelo mendekati Hutan Sunyi, Si Merah keluar. Mengalir sedikit demi sedikit seperti tumpahan darah.
Keluarga Kerajaan Tearvale dianugerahi dewa sebuah kekuatan untuk melawan Si Merah. Kekuatan itu berwujud seperti lonjakan plasma berwarna biru yang muncul dari punggung, tangan, maupun kaki. Tembok-tembok yang melindungi Kerajaan Tearvale diberi 'berkah' oleh raja sehingga Si Merah tidak akan berani menyentuhnya pun pada setiap bilah pedang yang diproduksi.
"Ini dia."
Ascelo mengarahkan pedangnya ke bawah. Letupan-letupan terjadi setiap kali ujung pedangnya bertemu dengan butiran-butiran merah yang menerjang ke arahnya. Si Merah hancur melebur ke udara bersama letupan-letupan itu. Satu pasang ombak besar menghadang jalan Ascelo. Tanpa takut, dia mempercepat laju kudanya dan menghunuskan pedangnya dengan senyuman lebar.
Kemenangannya sudah di depan mata.
Akan tetapi, tiba-tiba kuda Ascelo berhenti. Frederick mengangkat bokongnya dan melempar Ascelo hingga terperosok ke atas tanah.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE CRIMSON SAGA | TXT ft. ENHYPEN
FanfictionSetelah Si Merah menelan habis seluruh desa dan menjadikannya yatim piatu, Biba berusaha melanjutkan hidup yang damai demi mengabulkan doa terakhir ayahnya. Akan tetapi, sekali lagi Biba dihadapkan pada kematian, lalu selamat hanya untuk bertemu den...