Pagi hari di Desa Borda disambut oleh langit cerah tanpa awan.
Musim panas akan segera mencapai puncak dan ini adalah waktu bagi warga desa untuk memetik hasil manis dari jerih payah mereka. Buah-buah yang telah dipanen disimpan dalam kotak-kotak kayu besar sebelum nantinya dikirim ke berbagai tempat di seluruh Kerajaan Tearvale.
"Kau melihatnya? Itu adalah sasaran kita."
"Donpa, kau yakin akan melakukan ini? Apa kau tidak lihat ksatria-ksatria yang ada di sana? Bagaimana kalau kita tertangkap?"
Bandit bernama Donpa itu menyimpan kembali teropongnya, lalu menuruni puncak pohon. "Mereka adalah ksatria dari kerajaan, paling banyak jumlahnya mungkin seratus atau lebih sedikit. Jangan khawatir. Selama itu bukan ksatria duke, bukan masalah besar."
"Siapa yang kali ini mau ditangkap oleh ksatria kerajaan, huh?!" Donpa berseru pada kawan-kawannya.
"Memangnya siapa yang mau masuk penjara?" balas salah seorang dari mereka.
"Kalian tahu, pengalaman yang bagus untuk melihat ibukota. Kalian juga bisa makan gratis di penjara. Sedikit pengorbanan tidak ada salahnya, kan?" Donpa menunjuk pada seorang pemuda yang duduk paling belakang. "Bagaimana denganmu, Rui Xi? Mau mencobanya?"
Rui Xi mendengus, menatap mereka sesaat, lalu pergi dari tempat itu.
"Dasar anak sombong," desis Donpa. "Ku adukan pada Razen habis dia."
"Ada gagak! Ada gagak!"
Amarah Donpa teralihkan oleh seruan bandit lain yang menunjuk-nunjuk pada gagak hitam yang terbang berputar-putar di atas mereka. Donpa buru-buru mengambil panah, lalu melepaskannya ke arah gagak itu. Namun, gagak itu berhasil menghindarinya dan terbang menjauh.
"Sial!"
Gagak itu terbang di atas hutan dengan cepat menuju komplek tenda yang didirikan oleh pasukan ksatria di Desa Borda. Begitu ia berada tepat di depan Biba yang sedang memberi instruksi pada beberapa orang ksatria, gagak itu berubah menjadi manusia.
"Kau mendapatkan sesuatu, Kai?"
Tidak lama setelah kepergian Ethan, Kai datang. Dia muncul dalam wujud musang dan hampir saja membuat Biba melepaskan panah karena musang itu tiba-tiba melompat ke tempat tidurnya. Beruntung sekali Kai berubah tepat waktu. Kalau tidak, mungkin mereka harus mengucapkan selamat tinggal lebih awal.
Para bandit tidak menyerang kemarin malam dan Biba juga tidak punya informasi di mana keberadaan mereka. Oleh karena itu, Kai memberikan sebuah solusi, yaitu mengintai bandit-bandit itu dari langit dalam wujud burung gagak.
"Mereka berada kira-kira seribu lo dari sini dan sasaran mereka adalah kereta-kereta pengantar buah," jawab Kai.
"Jumlahnya?"
"Cukup banyak. Lima puluhan. Aku tidak tahu seandainya mereka masih punya bala bantuan atau sejenisnya."
"Kapan kereta-kereta itu akan berangkat?" tanya Biba pada ksatria di sisinya.
"Besok pagi, Yang Mulia."
Biba berjalan cepat diikuti oleh Kai di belakangnya menuju Hansel dan Theo yang berdiri tidak jauh dari mereka. "Hansel, mereka akan menyerang nanti setelah matahari terbenam. Siapkan pasukan sebelum saat itu."
"Setelah matahari terbenam? Bukan tengah malam?"
Biba mengangguk mantap. "Aku yakin."
"Dari mana kau mengetahuinya?"
"Pengalaman."
"Mereka akan datang dengan serangan dadakan. Waktu matahari terbenam adalah waktu yang sibuk dan juga gelap karena obor-obor belum dinyalakan. Kalau kau memikirkannya dengan baik, itu adalah strategi yang bagus untuk melakukan serangan kejutan, apalagi dengan adanya para ksatria yang berjaga di depan desa seperti sekarang," jelas Theo.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE CRIMSON SAGA | TXT ft. ENHYPEN
FanfictionSetelah Si Merah menelan habis seluruh desa dan menjadikannya yatim piatu, Biba berusaha melanjutkan hidup yang damai demi mengabulkan doa terakhir ayahnya. Akan tetapi, sekali lagi Biba dihadapkan pada kematian, lalu selamat hanya untuk bertemu den...