Chapter 28 - Treason (1)

99 19 20
                                    

"Ada apa dengan ekspresimu, Irish? Apa sebegitu tidak sukanya kau bertemu dengan keluargamu?"

Adeline, saudari kedua Irish, bertanya dengan nada mengejek dan senyuman miring. Dia tidak benar-benar bermaksud untuk bertanya, dia hanya ingin membuat Irish merasa buruk saja.

Di sisi lain meja makan, Irish menundukkan kepala sambil menggeleng pelan. "Bukan seperti itu. Aku hanya..."

"Makanannya tidak sesuai dengan seleramu lagi, ya? Kau pasti sudah terbiasa tinggal di kediaman mewah count jadi kau tidak berasa betah di rumahmu sendiri."

"Benar-benar bukan seperti itu, aku hanya merasa tidak enak badan..."

"Mungkinkah... Kau tidak melakukan hal yang melewati batas dengan tuan muda itu, kan?"

"Kakak!" Irish bangkit dari duduknya. Tanpa sengaja, tangannya menggebrak meja makan hingga air dalam gelasnya sedikit bergoyang. "Tolong jaga bicaramu! Hansel bukan orang seperti itu."

"Hansel?" Adeline mendecih. "Hubungan kalian sudah sangat dekat rupanya. Menyedihkan sekali."

"Apa maksudmu, Kak?"

"Maksudku adalah kau bahkan tidak akan bisa bertemu—"

"Adel!" potong viscountess. "Tutup mulutmu."

"Ibunda, bukankah setidaknya dia harus mengetahuinya? Bagaimanapun juga laki-laki itu adalah calon suaminya." Adeline menatap Irish dari atas ke bawah. "Yah, meskipun dia tidak akan pernah benar-benar menikahinya."

"Adeline!" bentak viscountess sekali lagi.

Irish spontan berlutut di kaki viscountess. Tangannya gemetar dan jantungnya berdebar kencang untuk alasan yang tidak dia tahu. Dia berharap itu bukanlah sumber dari firasat buruk yang terus ia merayapi hatinya sejak perjalanannya pulang dari kediaman Campbell.

"Nyonya, tolong beritahu saya apa yang sesungguhnya sedang terjadi. Tolong beritahu saya bahwa tidak akan terjadi apa-apa pada Keluarga Campbell." Mata Irish menindai sekitar dan bodohnya dia karena baru menyadari bahwa ayahnya tidak ada di rumah sejak tadi pagi. "Di mana ayahanda? Apa—apa yang ingin kalian lakukan?"

Adeline berjalan menghampiri Irish, lalu mengangkat dagunya. Dari posisinya, Irish dapat melihat dengan jelas betapa menakutkannya ekspresi yang diberikan sang kakak kepadanya. "Pengkhianatan."

"Adel, kau terlalu banyak bicara," tegur viscountess lagi.

Saat itu, Irish bahkan tidak sempat meneteskan air mata. Dia memaksa kakinya untuk berlari menuju pintu yang dengan cepat ditutup oleh penjaga kediaman Viscount Young. Irish mencoba melawan, tapi tenaga seorang wanita muda sepertinya sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan sepasang penjaga berbaju zirah.

"Kita akan pergi saat tengah malam. Semua pakaianmu sudah dikemasi," ujar viscountess.

"Kau beruntung sekali, Irish. Awalnya kami berniat meninggalkanmu di sana, tapi begini juga tidak apa. Aku berani bertaruh akan ada banyak bangsawan di negeri seberang yang dengan senang hati mengambil wanita sepertimu sebagai selirnya."

"Tolong ijinkan saya pergi," pinta Irish dengan suara lirih.

"Untuk apa? Supaya kau bisa memperingatkan mereka agar mereka bisa kabur?" Adeline menjambak rambut panjang Irish. "Dalam mimpimu, Irish."

"Biarkan aku pergi!" Irish mengulurkan tangannya pada leher Adeline.

Adeline berteriak kencang ketika lehernya terasa terbakar dan ia pun langsung melepaskan diri dari cengkeraman Irish. "Jalang ini!"

"Biarkan dia." Viscountess menahan Adeline dan memerintahkan agar para penjaga untuk menyingkir dari pintu. "Bila itu memang pilihannya, maka biarkan dia menanggung sendiri akibatnya."

THE CRIMSON SAGA | TXT ft. ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang