Chapter 23 - Plot

118 24 18
                                    

"Apa yang sedang kau lakukan, Theo?"

Biba meletakkan kuasnya setelah dia berhasil menyelesaikan tugas essay filsafatnya yang terakhir, lalu mengintip apa yang dilakukan Theo di mejanya sendiri. Theo terlihat sedang menulis di sebuah buku yang sangat tebal, penuh angka, dan rincian nama-nama benda.

"Aku sedang melakukan pembukuan untuk semua uang yang keluar dari istanamu."

"Pembukuan?"

Theo mengangguk. "Masing-masing istana diberi jatah uang setiap awal musim. Aku harus melaporkan berapa total pengeluaranmu dan untuk apa saja uang itu digunakan."

"Kenapa kau yang melakukannya? Bukankah seharusnya ada seseorang yang ditugaskan untuk mengerjakan hal semacam ini?" tanya Biba.

"Memang ada, tapi istanamu hanya punya aku, beberapa orang pembantu, dan seorang Kai. Menurutmu siapa yang harus bertanggung jawab? Atau kau mau melakukannya sendiri?"

Biba menggeleng cepat.

"Kalau kau sudah selesai dengan pekerjaanmu, bisa kau periksa ini sebentar?" Theo mengeluarkan sebuah kotak berisi surat-surat—mungkin jumlahnya mendekati seratus—pada Biba. "Reputasimu benar-benar melejit sejak pesta debut terakhir. Baca dan balaslah."

Mata Biba melebar. "Semuanya?"

"Tidak usah semuanya." Kai mendadak muncul dari pintu balkon. "Baca surat dari keluarga yang membuatmu tertarik saja dan balas kalau kau merasa perlu untuk membalasnya."

"Apa Ethan juga melakukannya seperti itu?"

Kai mengangkat bahu. "Sudah lama kediaman duke tidak menerima surat atau undangan, jadi aku juga tidak tahu. Dan kalau pun ada, duke muda pasti membuang semuanya."

"Ini sia-sia." Biba mengembalikan surat-surat yang tadi diambilnya ke dalam kotak. "Mari cari udara segar sebentar."

Dulu Biba berpikir kalau semua bangsawan itu kerjaannya hanya leha-leha saja karena uang akan jatuh ke pangkuan mereka dengan begitu mudahnya. Setidaknya, dia melihat Hansel seperti itu. Namun, setelah Biba mengalaminya sendiri, hari-harinya terasa lebih sibuk ketimbang saat dia masih seorang penjaga istal. Bahkan, sekarang dia punya lebih banyak beban yang membuatnya kesulitan tidur di malam hari.

"Sepertinya uangmu masih sisa cukup banyak, Biba," celetuk Theo tiba-tiba. "Apa yang akan kau lakukan dengan sisanya?"

Biba menggerakkan tangannya menuju pinggang—pada gagang pedang yang dia bawa. "Tidakkah menurutmu aku harus memiliki pedang yang lebih bagus? Setahuku, semua pangeran memiliki sebuah pedang yang disepuh atas nama mereka."

"Pedang buatan kerajaan memang bagus, tapi ku rasa pedang yang dibuat khusus untukmu akan jauh lebih baik. Aku punya kenalan pandai besi yang hebat kalau kau menginginkannya. Kau ingin pedang seperti apa?"

"Hmm..." Biba berpikir sejenak. "Aku ingin sebuah pedang yang dapat menutupi semua kekuranganku. Apa kau bisa melakukannya, Theo?"

"Tentu saja. Aku mengenalmu bertahun-tahun dan aku tahu semua kekuranganmu."

"Kalau masih ada sisa lagi, simpan di bank atas namaku. Itu tidak melanggar peraturan, kan?"

"Tidak ada peraturan yang melarangmu untuk menyimpan uangmu di bank."

"Baguslah. Seandainya ada situasi darurat, kita tidak perlu kesusahan."

Theo mencatat permintaan Biba dalam sebuah buku kecil yang selalu ia simpan di saku jasnya. "Lagipula, nanti saat semua bandit itu telah menyelesaikan hukuman mereka, kau akan memerlukan uang dengan jumlah yang sangat besar karena aku yakin sekali raja tidak akan mau membantumu."

THE CRIMSON SAGA | TXT ft. ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang