PB - 16

13.3K 442 5
                                    

Rania datang ke kantor seperti biasa, dimulai dari menyiapkan sarapan untuk Radeva dan dilanjutkan dengan melakukan pekerjaan yang sesungguhnya. Sejujurnya untuk menyiapkan makan tidak ada dalam tugasnya, tapi Radeva suka membuat peraturan sendiri dan Rania mau tidak mau harus mengikuti semua perintah pria itu. Apalagi sebagian gajinya dibayar langsung oleh pria itu tanpa melalui perusahaan, itulah yang membuat Rania bertahan bekerja di sini meskipun sering diperlakukan semena-mena oleh Radeva.

Rania yang masih menyiapkan sarapan Radeva, harus membalikkan badan saat mendengar suara pintu terbuka. Ketika akan membuka mulut untuk menyapa, ia mengurungkan niatnya karena melihat wajah pria itu yang sangat tidak bersahabat. Ini bukan pertama kalinya Rania melihat raut wajah itu dan sudah dipastikan hari ini akan berlalu dengan sedikit melelahkan. Radeva dengan raut wajah seperti ini sangat menyebalkan dan semua karyawan akan terlihat salah di mata pria itu. Rania bisa menjaminnya seratus persen.

Kembali menyelesaikan tugasnya untuk menyiapkan sarapan dengan cepat, setelah selesai Rania akhirnya berbalik. Ia tidak mau berlama-lama berada di sini sebelum pria itu mengamuk.

"Apa ada sesuatu yang Bapak perlukan lagi?" tanya Rania berbasa-basi padahal ia sudah ingin kabur sekarang.

"Tidak ada."

Radeva melewatinya begitu saja dan langsung duduk di meja kerjanya.

"Dan ini untuk berkas yang...."

"Saya tahu, pergilah!"

Belum sempat Rania menyelesaikan ucapannya, Radeva lebih dulu menyela dan mengusirnya.

"Baik Pak, saya permisi."

Dengan langkah kaki yang cukup lebar, Rania berhasil keluar dari ruang kerja pria itu dan langsung menghembuskan napas lega setelahnya. Ia tidak pernah tahu apa sebenarnya yang membuat mood pria itu menjadi buruk sepagi ini, tapi karena ini bukan pertama kalinya, Rania hanya bisa memaklumi dan tidak terlalu heran. Lebih baik ia segera menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat karena dalam kondisi seperti ini Radeva jarang membutuhkannya dan sering menyuruhnya pulang tepat waktu.

Saat sedang fokus menatap layar komputer di depannya, Rania dikejutkan dengan kedatangan Pak Toni yang membawa sebuah proposal di tangannya.

"Ya Pak?" tanya Rania menyanyakan maksud kedatangan pria itu.

"Gimana mood Pak Deva? Bagus?"

Rania hampir lupa, jika siapapun karyawan yang akan menemui pria itu pasti menanyakan kondisi moodnya terlebih dahulu. Hal itu bisa dijadikan sebagai antisipasi untuk menghadapi kemungkinan buruk yang akan terjadi.

Sambil memberikan tatap tidak enak, Rania hanya mempu menggelengkan kepala sebagai tanda jika mood Radeva sedang tidak bagus hari ini. Ia bisa melihat wajah resah Pak Toni yang bahkan belum menemui pria itu.

"Coba masuk saja Pak, siapa tahu moodnya sudah bagus."

Meskipun hal itu terdengar sedikit mustahil, bahkan sejak tadi Rania sudah mengabaikan beberapa rekan kerjanya yang bertanya, apakah berkas yang mereka bawa sudah di tanda tangani atau belum oleh Radeva. Tak jarang mereka juga meminta berkasnya untuk didahulukan karena penting, tapi mengingat kondisi Radeva sekarang Rania tidak bisa berbuat banyak. Jika ada rekan kerjanya yang tidak sabaran, maka ia akan memintanya untuk mengecek sendiri meskipun pada akhirnya mereka tidak berani dan hanya bisa menunggu dengan pasrah.

Sepuluh menit berlalu, Pak Toni keluar juga dari ruangan Radeva. Dilihat dari ekspresi wajahnya, Rania bisa menebak jika pria itu baru saja terkena amukan Radeva yang entah mengatainya tidak becus bekerja atau makian yang lain. Karena tidak mau ikut campur, Rania berpura-pura fokus dengan layar komputer di depannya.

Possessive BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang