PB - 44

9.9K 525 29
                                    

Rania segera tersadar setelah mematung cukup lama. Ia berjalan menghampiri Radeva dan menarik tangan pria itu sedikit menjauh agar lebih leluasa berbicara karena sekarang mereka sudah menjadi pusat rasa penasaran dari keluarganya.

"Bapak ngapain di sini?" tanya Rania heran.

"Karena kamu nggak pernah mengangkat panggilan dan membalas pesan dari saya." Sahut Radeva dengan enteng.

Rania hanya mampu memejamkan matanya. Ia tahu Radeva orang yang nekat tapi ia benar-benar tidak menyangka jika pria itu akan bertindak sejauh ini.

"Saya rasa sinyal di sini tidak terlalu buruk." Radeva mengeluarkan ponselnya dari saku celana dan menunjukkan kepada Rania jika benda persegi itu mampu berfungsi dengan baik.

Rania memang berbohong soal sinyal yang buruk di kampungnya. Jika untuk menerima telepon atau membalas pesan tentu saja masih bisa. Namun, untuk menggunakan sosial media yang lain mungkin memang agak sedikit lambat.

"Tapi Bapak nggak perlu sampai kesini kan?"

Radeva mengedikkan bahunya. "Mau gimana lagi? Hanya ini satu-satunya cara agar saya bisa tahu kondisi kamu."

Rania menghela napas pelan. Ia sepertinya lupa sedang berhadapan dengan siapa. Tentu saja ia tidak akan pernah menang melawan pria itu.

"Rania, ayo cepet sebentar lagi mau berangkat."

Perdebatan mereka harus terhenti karena panggilan dari Emak. Rania bahkan sampai lupa jika rambutnya belum selesai ia rapikan, pasti penampilannya sekarang terlihat sangat konyol di mata Radeva. Tapi Rania tidak begitu peduli. Kehadiran pria itu secara tiba-tiba membuatnya melupakan rasa malunya.

"Iya Mak, sebentar lagi selesai kok."

Karena Radeva sudah terlanjur berada di sini, Rania tidak mungkin mengusirnya. Mau tidak mau ia akan memperkenalkan pria itu kepada keluarganya.

"Mari masuk dulu Pak." Ajak Rania berjalan terlebih dahulu, Radeva mengekori di belakangnya.

Rania berdiri dengan canggung di depan Emak, Mbak Widya, Mbak Sari dan Reva yang terus menatap penasaran kearahnya dan Radeva.

"Kenalin ini Mas Deva, temen kerja ku di kantor," ujar Rania. Lidahnya terasa kelu memanggil pria itu dengan sebutan Mas, tapi tidak mungkin juga ia memanggil Radeva dengan panggilan Pak.

"Temen apa temen?" goda Mbak Widya.

"Saya teman sekaligus pacar Rania." Sahut Radeva sambil menyalami tangan mereka semua.

"Gitu katanya nggak punya pacar," ucap Mbak Sari yang langsung membuat Rania meringis takut.

Ia bisa merasakan Radeva meliriknya, tatapan pria itu seperti mengatakan... Jadi kamu tidak mengakui saya sebagai pacar kamu? Hingga membuat Rania langsung mengalihkan tatapannya, tidak berani menatap pria itu lagi.

"Bukan kayak gitu ah maksud aku kemarin." Sahut Rania beralasan. Entah harus bagaimana ia menghadapi Radeva setelah ini, sepertinya ia sudah berbuat banyak kesalahan yang bisa memancing kemarahan pria itu.

***

Rania sudah duduk di dalam tenda acara bersebelahan dengan Radeva. Kehadiran pria itu cukup membuat beberapa orang terkejut. Banyak ibu-ibu yang memuji ketampanan Radeva hingga membuat Rania merasa sedikit besar kepala karena secara tidak langsung mereka juga memujinya yang pandai memilih pacar.

"Nanti mau foto bareng pengantinnya nggak Pak?" bisik Rania saat mereka akan menaiki panggung palaminan untuk menyalami sepasang pengantin yang duduk di sana.

Possessive BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang