PB - 37

11.1K 426 41
                                    

Rania dan Kira sudah duduk berhadapan di dalam restoran hotpot. Ini bukan akhir pekan, mereka pergi setelah Rania pulang kerja. Sementara kekasih mereka pergi menghadiri sebuah acara yang Rania tahu diadakan oleh Adhitama Group. Karena alasan itulah kedua pria posesif itu membiarkan Rania dan Kira pergi, tanpa mengekorinya seperti biasa.

"Kita salah nggak sih makan kayak gini berdua, harusnya kan rame-rame," ujar Rania sambil menggelengkan kepalanya melihat begitu banyak daging yang Kira ambil. Sahabatnya itu memang suka kalap jika menyangkut soal makanan.

"Kelamaan nunggu dua bapak-bapak itu, apalagi kalau lagi banyak kerjaan kayak gini."

"Iya juga sih." Rania membenarkan. Jika sudah bekerja, Radeva dan Arjuna memang suka lupa waktu. Meskipun apa yang mereka lakukan sekarang tidak terlalu berkaitan dengan urusan pekerjaan.

Rania yang tengah asyik mengunyah daging, harus terhenti saat melihat layar ponselnya menyala karena ada panggilan masuk dari Reva.

"Siapa?" tanya Kira penasaran karena Rania tak kunjung mengangkat panggilannya.

"Reva." Ia mengangkat ponselnya sambil menunjukkan layarnya.

"Gue pikir Deva." Gumam Kira.

Tidak menunggu lama, Rania menggeser layar ponselnya untuk menjawab panggilan Reva dan menempelkan ponselnya ke telinga. "Hallo, ada apa dek?"

"Udah pulang kerja ta mbak?"

"Udah, ini lagi makan sama Kira."

"Tumben nggak lembur?"

Rania terkekeh pelan, bahkan Reva saja sampai heran ketika tahu ia tidak lembur. Ini semua akibat ulah Radeva yang terlalu banyak menyita waktunya.

"Iya, bos Mbak lagi ada acara..... Kenapa?" Ulang Rania tidak puas karena Reva belum menjawab pertanyaannya tadi.

"Mbak Nanda sebentar lagi nikah, Mbak jadi pulang kan?"

Rania menepuk pelan jidatnya, ia benar-benar lupa dengan acara pernikahan sepupunya. Dulu ketika lamaran ia tidak datang dan bilang akan datang ketika acara pernikahan. Namun sekarang entah kenapa, ia begitu enggan untuk pulang.

"Lupa ya?" Tuduh Reva saat tidak mendengarnya bersuara.

Rania meringis sambil memainkan sumpit di tangannya. "Iya, cepet banget perasaan acaranya."

"Cepet apanya, ini udah hampir empat bulan semenjak Mbak Nanda lamaran."

"Mbak belum nyiapin apa-apa loh." Rania belum membeli kado dan bingung harus memberikan apa kepada sepupunya.

"Emak berharap sih Mbak pulang."

"Kamu nggak berharap juga?" tanya Rania menggoda Reva.

"Ya, berharap banget lah." Setelahnya mereka berdua tertawa mendengar ucapan Reva.

"Mbak belum bilang ke Bosnya Mbak, nanti tak kabari ya jadinya gimana. Kalau memang nggak bisa pulang, Mbak paketin aja kadonya sama sekalian kamu minta apa bilang aja nanti."

Rania menutup panggilannya setelah membicarakan beberapa hal lain bersama Reva. Ia menghembuskan napas pelan setelah menaruh ponselnya. Ia juga menyesap lemon tea-nya yang sejak tadi ia anggurkan.

"Ada masalah apa?" tanya Kira saat melihat wajah resah Rania.

"Sepupu mau nikah."

"Diminta pulang ya?" Tebak Kira.

"Iya, tapi nggak pengen pulang rasanya."

Hanya saja Rania tetap merasa tidak enak kepada sepupunya. Keluarga Mbak Nanda begitu baik kepadanya karena ayahnya adalah Kakak dari Ibunya. Dari sekian banyak saudara Ibunya, keluarga Mbak Nanda memang yang paling berada. Jadi, selain Bude Rahayu, Pakde Janu juga banyak membantu hidupnya.

Possessive BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang