PB - 24

13.1K 471 24
                                    

"Temani saya makan."

Itu adalah kalimat keramat yang diucapkan oleh Radeva hampir tiap hari selama dua minggu ini. Setiap pulang kerja, mau tidak mau Rania harus menemani pria itu makan malam karena seperti biasa ia tidak punya pilihan dan tidak berani menolaknya.

Pernah Rania mencoba untuk menolak sekali. Tapi hal itu berujung ia harus diinterogasi layaknya penjahat yang baru saja melakukan tindakan kriminal, hingga membuatnya menyerah dan memilih untuk menemani pria itu makan karena tidak tahan di todong dengan berbagai macam pertanyaan.

Apalagi ia sampai dicurigai memiliki pacar, padahal sudah jelas ia tidak punya tenaga dan waktu untuk melakukan pendekatan dengan orang baru. Pria itu sudah menyita hampir seluruh waktunya, bahkan saat tidur pun Rania sering memimpikan Radeva. Sungguh dahsyat sekali efek pria itu di hidupnya sekarang.

"Kali ini saya benar-benar hanya akan menemani Bapak makan," sahut Rania sambil melirik pria itu.

"Kenapa?"

"Saya bosan Pak makan enak terus."

Bukan Radeva namanya jika tidak berlebihan. Setiap malam pria itu selalu mengajaknya makan di restoran mewah dengan berbagai macam menunya yang tentu saja enak. Tapi lidah kampung Rania sudah merindukan masakan yang sederhana. Ia mulai mual hanya dengan melihat makanan dari restoran.

Sementara pria itu terlihat mengernyitkan dahinya bingung. Rania sungguh aneh, baru kali ini ia mendengar ada orang yang bosan dengan makanan enak. Harusnya gadis itu bersyukur bukan alih-alih merasa bosan.

"Terus kamu maunya makan di mana?" Radeva memilih mengalah dan bertanya keinginan Rania.

Rania diam, dalam benaknya ia sudah membayangkan nasi hangat dengan telur dadar yang berisi banyak daun bawang di dalamnya lalu ditambah dengan sambal instan yang ia beli melalui online. Pasti rasanya nikmat sekali, ia sudah membayangkan makanan itu sejak tadi siang.

"Saya ingin makan di kost Pak, saya akan memasak sendiri nanti."

"Memangnya kamu bisa masak?" tanya Radeva merasa sanksi pasalnya ia sering mendengar Kira mengatakan jika kemampuan memasak Rania sangat buruk.

"Bisa, kalau hanya sekedar menggoreng telur." Sahut Rania sedikit ketus saat mendengar nada tidak percaya dalam ucapan Radeva.

"Baiklah, saya akan makan di kostmu malam ini."

Ehh....

Dengan cepat Rania menatap Radeva, bukan seperti itu maksud ucapannya tadi. Ia ingin makan sendirian di kostnya bukannya malah mengundang pria itu untuk bergabung dan mencoba masakannya yang tidak seberapa itu.

"Jangan Pak." Tolak Rania.

"Kenapa?"

"Apa yang ingin saya makan terlalu sederhana, saya takut Bapak tidak menyukainya." Rania mencoba merangkai kalimat yang tepat agar pria itu tidak tersinggung.

"Tentu, saya tahu. Saya tidak berharap banyak dari seseorang yang mengaku tidak bisa memasak."

Radeva brengsek!

Umpat Rania dalam hati. Ia mencoba menjaga perasan pria itu agar tidak tersinggung, tapi seperti biasa pria itu tidak perlu bersusah payah menjaga perasaannya, dengan berkata hal yang sangat jujur namun tetap saja terdengar menyakitkan.

"Terserah Bapak saja lah. Tapi jangan protes nanti kalau apa yang saya siapkan tidak sesuai dengan selera Bapak." Sahut Rania dengan pasrah, ia sudah kehabisan kata-kata dan tenaga untuk meladeni ucapan pria itu.

Tapi, sejak kapan memang ia bisa menang melawan pria itu. Selama ini ia selalu tidak berkutik di bawah kekuasaan yang Radeva pegang.

***

Possessive BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang