PB - 26

13.2K 509 12
                                    

Ketika keluar dari tempat tinggalnya Rania sempat bingung saat melihat mobil SUV berwarna hitam yang ia kenali siapa pemiliknya. Ia berdiri di depan pagar untuk memperhatikan dan tidak lama pemilik mobil itu keluar untuk menghampirinya.

"Bapak kok disini? Kemana Pak Heri?" Rania menanyakan rasa penasarannya saat melihat Radeva datang sendirian tanpa sopir yang biasa menjemputnya.

Radeva mengedikkan bahunya, "Saya sengaja menjemput kamu. Yuk kita cari sarapan."

"Menjemput saya?" Rania menunjuk dirinya sendiri, "Itu nggak perlu Pak, saya bisa berangkat sendiri."

"Tapi saya sudah terlanjur berada di sini? Apa kamu masih menolaknya?"

Rania menghela napas pelan, ia lalu berjalan mendahului pria itu dan masuk ke dalam mobilnya. Untung saja ia belum memesan ojek online karena niatnya ia ingin membuang sampah terlebih dahulu tadi.

Rania memperhatikan pria itu yang ikut masuk ke dalam mobil. Radeva mengenakan kemeja berwarna biru muda dengan dasi berwarna senada yang jauh lebih tua dengan garis diagonal putih. Jas pria itu masih tergantung di kursi belakang dan sepertinya belum pria itu pakai. Rania selalu suka setiap Radeva memakai kemeja berwarna biru, entah kenapa menurutnya warna itu sangat cocok untuknya dan ketampanan Radeva bisa bertambah berkali-kali lipat di matanya.

Entah hubungan mereka sekarang seperti apa, tapi Rania hanya berusaha untuk membuka hati kepada Radeva seperti ucapannya kemarin malam setelah mereka pulang dari Taman Safari. Ia tidak pernah menyangka jika rencana yang pria itu susun bersama Kira adalah mewujudkan keinginan masa kacilnya untuk berkunjung ke Taman Safari. Terlihat sepele memang, tapi hal itu sangat-sangat berarti untuk Rania hingga membuatnya yakin untuk memulai hubungan dengan pria itu.

Meskipun pria itu tidak menembaknya secara terang-terangan, tapi Rania tahu jika hubungan mereka serius. Ia pikir mereka sudah sama-sama dewasa bukan seperti remaja yang membutuhkan kepastian. Bagi Rania tindakan nyata jauh lebih penting dari pada sekedar ucapan belaka.

Jika hanya berucap siapapun dengan mudah bisa mengingkarinya. Tapi jika melakukan tindakan secara langsung tanpa harus mengucapkan berbagai janji manis, itu terasa lebih berarti baginya.

Mereka tiba di restoran yang sering menjadi tempat breakfast. Restoran itu terletak tidak jauh dari kantor, Rania sering mampir kesana untuk membelikan pria itu sarapan.

"Bapak," panggil Rania saat mereka sedang menikmati sarapan. Pria itu memesan egg benedict sementara ia memilih French toast.

"Mmm?" Radeva mendongakkan wajahnya untuk menatap Rania.

"Kalau kita rahasiakan dulu hubungan kita menurut Bapak gimana?"

Rania mencoba meminta pendapat pria itu. Meskipun di kantornya tidak ada larangan berpacaran sesama karyawan, bahkan memiliki hubungan suami istri juga diperbolehkan asalkan tidak satu divisi. Tapi tetap saja Rania merasa tidak nyaman.

Tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Radeva saja ia sudah menjadi bahan pembicaraan dan sering dibilang karyawan kesayangan. Apalagi jika mereka semua tahu ia menjalin hubungan dengan pria itu. Pasti rekan kerjanya jungkir balik kesenangan karena memiliki bahan gossip baru dan Rania akan semakin muak mengetahui mereka membicarakannya di belakang.

"Kenapa harus disembunyikan? Tidak ada peraturan yang melarang kita menjalin hubungan."

Rania membenarkan ucapan pria itu, "Memang benar Pak, tapi saya hanya merasa tidak nyaman." Ia takut pria itu tersinggung dengan ucapannya.

Selain takut menjadi bahan gossip di kantor, Rania juga memikirkan hal lain. Ia belum siap mengetahui respon orang tua Radeva saat tahu anaknya menjalin hubungan dengannya, karena selama ini yang Rania tahu Bu Diana selalu mengenalkan pria itu dengan perempuan yang hampir setara dengannya. Tidak bisa dipungkiri, Rania merasa tidak percaya diri menjadi kekasih pria itu, tapi dengan nekat ia malah menerimanya.

Possessive BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang