PB - 32

10.1K 389 12
                                    

Menjalani hari Minggu sesuai dengan rencana yang ia susun kemarin, Rania keluar dari tempat tinggalnya untuk menghampiri Kira yang sudah menunggu di luar. Ketika membuka pintu mobil, ia melihat sahabatnya sedang menguap. Ia yakin wajah Kira pasti terlihat seperti bangun tidur sekarang, tapi sahabatnya tutupi dengan kaca mata hitam yang bertengger manis di atas hidungnya.

"Lo apa gue yang bawa?" tanya Rania sebelum duduk di kursi samping kemudi.

"Lo aja ya yang nyetir, nyawa gue kayaknya belum kekumpul semua deh." Kira menguap lagi entah sudah yang keberapa kali sejak tadi.

"Bisa-bisanya." Rania menggelengkan kepalanya. "Mau bercanda sama malaikat lo?" Untung saja Kira berhasil tiba di kostnya dengan selamat.

Kira memberikan kekehan tanpa dosanya sebelum berpindah tempat duduk. "Masih banyak waktu nggak sih?" Ia melirik jam tangannya.

"Mau ngapain?" Terlihat jelas ada yang Kira rencanakan karena menjemputnya cukup pagi.

"Sarapan bubur ayam dulu yuk. Gue pengen banget yang di deket sekolahan situ."

Tuh kan!

Tebakan Rania benar, jika bersama Kira hidupnya tidak akan jauh-jauh dari makanan.

"Lagi ngidam lo?"

Kira mengangguk dengan lugu. "Pengen." Dulu ia pernah mencobanya saat menginap di kost Rania. Tapi itu sudah beberapa bulan yang lalu, ia ingin lagi sekarang.

Rania segera melajukan mobil Kira menuju tempat bubur langganannya. Karena kondisi yang begitu ramai, mereka tidak mendapatkan tempat duduk hingga terpaksa makan di dalam mobil. Tapi dengan begini mereka bisa makan dengan tenang dan lebih leluasa untuk bicara.

"Gimana rasanya pacaran sama Deva? Seneng? Susah? Atau malah nggak sesuai sama ekspektasi lo?" tanya Kira bertubi-tubi.

Rania terlihat berpikir saat akan menjawabnya.

"Nggak sesulit bayangan gue sih."

"Maksudnya?"

"Dia sikapnya berubah banget. Nggak kayak sebelumnya yang nyebelin." Jujur Rania. "Meskipun gue belum terbiasa dan agak sedikit aneh."

"Lo nyadar nggak kenapa dia dulu bisa semenjengkelkan itu?"

Rania mengedikkan bahunya. "Mana gue tahu... Gue bukan cenayang."

"Karena lo punya pacar, jadi dia marah perempuan incarannya nggak bisa dia miliki." Kira lebih banyak tahu soal Radeva karena pria itu sering bercerita dengannya akhir-akhir ini.

Rania menggigit bibirnya, jadi dugaannya benar. Pantas saja suasana hati pria itu selalu bertolak belakang dengannya.

"Tapi Deva udah nyebelin semenjak awal gue kerja. Dia nggak mungkin suka sejak saat itu kan?"

Kira jadi berpikir setelah mendengar ucapan Rania, "Kalau soal itu gue nggak tahu. Coba tanya sendiri sama orangnya."

Rania menghembuskan napas pelan. "Lo harus tahu ya, sikap Radeva ke gue berubah drastis banget lho Kir."

"Oh ya?" Kira tergelak saat mendengarnya. Ia bisa menebak jika sifat Arjuna dan Radeva itu sebelas dua belas, jika bersama pasangannya mereka akan menjadi budak cinta.

"Gue takut nggak bisa menganggap dia sebagai atasan lagi. Belakangan ini aja gue udah mulai kurang ajar dan berani membantah ucapannya, sebelumnya mana pernah?"

"Bagus sih, supaya nggak semena-mena lagi tuh orang. Lo bisa mengendalikan dia mulai sekarang."

Rania meringis ngeri, ia jadi seperti Kira lama-lama karena membuat laki-laki takut ketika berhadapan dengan mereka.

Possessive BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang