"Ngaku lo!"
"Apasih lo negatif thinking banget sama gue!" Raven menjawab dengan nada sinis.
Gibran menghela nafas kasar tak ingin perdebatan nya dengan Raven menjadi panjang dan membuat Alesya tak nyaman ia pun menutup mulut.
Sementara Raven tertawa puas ia merasa Gibran sudah kalah telak terhadapnya.
"Ini minumannya juga sedikit camilan, maaf ya dirumah bibi tidak banyak makanan. Silahkan dinikmati." ketika mereka sedang diam-diaman Rose datang dengan membawa nampan berisi beberapa jenis kue kering dan minuman.
"Makasih bi." ucap Raven terdengar ramah membuat Alesya mendelik.
"Wah kayaknya enak nih camilannya, makasih bi padahal nggak perlu repot-repot." ucap Gibran tak mau kalah.
"Haha bibi yang harusnya berterima kasih sama kalian yang udah mau datang kesini, yasudah kalian ngobrol aja ya bibi mau ke dapur dulu."
Beberapa menit telah berlalu, hanya ada mereka bertiga yang kini duduk saling berhadapan. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulut masing-masing.
Sampai Gibran berinisiatif membuka suara, "bukunya tadi udah disimpan ga?"
"Jingga!"
"Jingga kok bengong sih, kenapa" Gibran mendekat pada Alesya dan menyentuh pipinya dengan tangan membuat Raven menggertakan giginya tak suka.
"E-eh maaf kak aku melamun ya." Alesya mengusap pipinya dengan wajah merah.
Begitu menurunkan tangannya dari pipinya matanya melirik Raven untuk melihat reaksi pemuda itu, namun Raven dengan cepat mengubah ekspresi wajahnya menjadi datar dan memalingkan muka.
"Panas banget ya cuaca hari ini?" Gibran mengibaskan tangannya sambil menatap kearah Raven dan tersenyum puas.
"Nggak panas kok, perasaan aku dingin-dingin aja dari tadi." jawab Alesya sambil mengigit kue kering.
Gibran terkekeh kecil dan berbisik sesuatu di telinga Alesya, "maksud gue dia yang kepanasan."
Alesya yang sebenarnya masih belum paham sepenuhnya hanya mengangguk saja lalu tertawa kecil.
Raven mengepalkan tangannya melihat Alesya yang tertawa karena Gibran, ia ingin sekali berbicara pada gadis itu tetapi sepertinya Alesya masih membencinya.
Ia mengambil satu kue kering dan mengigitnya dengan kasar seolah memberi tahu jika ia tak suka dengan kedekatan Alesya dan Gibran.
Apalagi kedua manusia itu tampak mengobrol santai di hadapannya seolah dirinya tak ada disini.
Beberapa jam berlalu tepatnya jam 17.30 Gibran baru menyadari jika ia terlalu lama disini sampai lupa waktu.
"Astaga sudah mau magrib gue pulang dulu ya jingga, oh ya mana bibi sekalian mau pamit nih."
"E-eh iya bentar aku panggilin dulu ya." Alesya pun memanggil Rose dan tak Gibran pun berpamitan pulang.
"Bi Gibran pulang dulu ya sudah mau magrib soalnya,"
"Eh iya nak Gibran, sering-sering mampir kesini ya."
"Iya bi nanti Gibran sering-sering kesini deh," Gibran pun menyalimi punggung tangan Rose namun saat mau melangkah pergi kakinya terhenti, "kok lo belum pulang?" tanya nya pada Raven yang masih duduk anteng di sofa sambil melipat kedua tangannya di dada.
"Rumah gue ada dekat." ketusnya.
Gibran melirik Alesya kemudian melirik Raven lagi, "gue juga nggak mau pulang kalau begitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketua Geng Vs Gadis Desa (END)
Teen FictionMevriano Raven Megantara, merupakan ketua geng Xlovenos yang kejam dan tidak takut apapun. Memiliki wajah tampan dan dikagumi semua orang tentu menjadi ciri khas Raven___suatu hari takdir mempertemukannya dengan Alesya jingga Riscanara gadis desa ya...