Bab 24

3.3K 71 6
                                    

Malam harinya, sepulang dari markas Rafael terus memikirkan kejadian tadi dimana Raven membawa Alesya ke markas mereka, namun ada yang menggajal kenapa tatapan Raven seolah mengetahui sesuatu.

Rafael mengambil sebuah boneka yang sudah ia taruh diatas nakas lantas memandanginya.

"Sial kenapa gue bisa menyukai gadis itu."

"Gadis lemah itu, kenapa dia harus masuk ke pikiran gue seperti ini!" Rafael meremas boneka tersebut dengan kuat, hingga kuku-kuku nya menusuk boneka tersebut.

"Arggh!"

"You damn girl, why do you keep haunting my mind!"

Dengan perasaan campur aduk Rafael melempar boneka itu ke dinding, ia terduduk di lantai sambil memegangi dadanya, "nggak seharusnya gue jatuh cinta."

"Gue nggak boleh biarin perasaan ini terus berlanjut,"

•••

Alesya masuk ke kamar sambil menggaruk kepalanya, ia sungguh cemas setelah pulang dari markas tadi Raven tampak dingin padanya.

Bahkan saat di motor pun Raven tak mengatakan apapun, padahal saat di markas pemuda itu tampak romantis

Berkali-kali ia menghubungi Raven, takut pemuda itu marah namun tak ada jawaban dari Raven.

"Apa dia marah soal boneka tadi ya." gumam Alesya sambil mengetikan sebuah pesan untuk Raven.

"Tapi bukannya tadi baik-baik aja setelah itu, ini aneh."

Beberapa jam telah berlalu, pesan Alesya tak kunjung dibalas.

Ia tak bisa tidur, sambil memeluk lututnya menunggu balasan pesan dari Raven walaupun itu sangat mustahil. Jam sudah menunjukkan setengah satu malam.

"A-aku takut ... aku takut Raven marah." isakan keluar dari bibir Alesya.

Tangannya bergetar, ia sungguh mencintai Raven meskipun pemuda itu sering acuh tak acuh, kadang peduli kadang juga tidak.

Namun yang Alesya cemaskan itu Raven salah paham dan berakhir menjauhi nya, mungkin terdengar bodoh tapi itulah yang Alesya rasakan.

Drrt

Mendengar suara Telpon dari ponselnya Alesya buru-buru mengangkat ponsel tersebut, ia lantas mengusap air matanya saat tertera nama Raven disana.

"R-raven kamu nggak marah kan?, kamu kemana aja?, Kok nggak jawab telpon aku?" pertanyaan beruntun keluar dari mulut Alesya.

"Maaf Sya tadi gue ada urusan."

"Urusan apa? aku minta maaf soal tad--"

"Ssst, gue nggak marah sama lo jadi nggak usah nangis gitu." balas Raven di sebrang sana, suaranya terdengar serak namun penuh  perhatian.

"E-eh kok Raven tau aku nangis? padahal kan kita nggak video call." tanya Alesya penasaran.

"Kelihatan dari suara lo." jawab Raven.

"Gue nggak suka kalo lo nangis, apalagi karena gue, nggak usah cengeng."

"Gue suka gadis kuat." tambah Raven membuat Alesya terdiam.

"A-ah gitu ya?"

"Hm."

Beberapa detik kemudian keduanya terdiam meskipun telpon mereka masih tersambung, sampai raven membuka suara, "apa lo tersinggung dengan ucapan gue?" dari suaranya terdengar jika Raven khawatir.

"Ngg--- nggak aku nggak tersinggung, aku memang cengeng dan aku nggak mau cengeng lagi."

"Oke, yaudah lo tidur gih udah larut."

Ketua Geng Vs Gadis Desa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang