Happy Reading, jangan lupa Vote komennya 💌
•••
Alesya membasuh muka nya di wastafel usai bangun dari tidur, jam sudah menunjukkan pukul 06.00, bersiap untuk turun ke bawah membantu bibi nya memasak di dapur.
Meskipun hari minggu, Alesya akan tetap bangun pagi karena kata nenek nya dulu anak gadis tidak boleh bermalas-malasan, apalagi bangun kesiangan.
"Pagi bi" sapa Alesya saat sudah tiba di pintu dapur.
"Eh Echa sudah bangun" Rose melepaskan Spatula yang ia pegang dan meletakkan di atas meja saat Alesya menghampirinya.
"Tentu dong bi, Echa kan harus bangun pagi-pagi biar rejeki Echa nggak di patok ayam"
"Haha kamu benar, yaudah bantuin bibi gih potong-potong bawang"
"Siap bi!" jawab Alesya dengan tangan membentuk tanda hormat.
Beberapa saat berkutik dengan bawang di hadapannya, terdengar suara bel pintu berbunyi nyaring pertanda ada tamu yang datang.
"Siapa tuh, jangan-jangan calon mantu bib—"
"Biar Echa yang buka pintu nya ya bi, bawangnya udah selesai di potong" ujar Alesya yang langsung melepaskan pisau nya dan berlari keluar dari dapur.
"Yaudah cepetan, pasti udah nunggu lama tuh tamunya"
___
Alesya membuka pintu dengan wajah sumringah, di depan pintu berdiri seorang cowok tampan dengan hoodie hitam menempel di tubuhnya menambah kesan tampan di wajahnya.
"Raven! ayo masuk" ajak Alesya dengan wajah berseri-seri.
Raven tak bergeming di depan pintu, matanya melirik ke arah tubuh Alesya yang masih mengenakan daster bermotif kelinci.
"K-kenapa natapin aku gitu!" ketus Alesya yang langsung menutup dadanya dengan kedua tangannya.
Matanya membola seketika saat menyadari sesuatu... bagaimana bisa ia lupa jika ia tak mengenakan bra, pasti bagian dada nya tercetak dengan jelas saat ini.
"Kyaaa!"
Alesya berlari terbirit-birit membawa kakinya masuk ke dalam kamarnya untuk berganti pakaian, mengapa pula ia bisa seceroboh ini.
Sementara Raven dia hanya mengigit bibirnya menahan tawa, gemas sekaligus tergoda dengan penampilan Alesya tadi.
Menggeleng pelan ia pun masuk ke dalam rumah Rose dan langsung duduk di sofa menunggu Alesya.
"Kemana Echa nya?" tanya Rose yang entah sudah sejak kapan berdiri di depan Raven.
Karena sibuk bermain ponsel, Raven sampai tidak menyadari kehadiran Rose, ia pun memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku.
"Katanya dia lagi ganti baju" jawab Raven sopan.
"Oh gitu, yaudah Raven tunggu di sini dulu ya, bibi mau lanjut masak dulu nanti makan bareng disini ya"
Raven hanya menjawab dengan anggukan dan sedikit senyuman di bibirnya. Rose tau jika Raven sebenarnya anak baik hanya saja sifatnya yang terlihat nakal dan keras kepala itu juga tak lain karena didikan keras orang tuanya.
Beberapa menit Raven menunggu, Alesya pun datang dengan kaos dan rok selutut yang membuat nya terlihat sangat cantik seperti ciri khas nya gadis pedesaan.
"Udah mandi ya?" tanya Raven.
"Udah dong" jawab Alesya sembari mendudukkan bokongnya di sofa samping Raven.
"Pantasan cantik" goda Raven membuat sang gadis tersipu.
"Ish apasih!" Alesya menutupi wajahnya yang memerah dengan kedua tangannya, pasti mukanya sudah memerah padam saat ini.
"Echa, bantuin bibi nyidangin makanan sini!" panggil Rose dari dapur.
Alesya bangkit dari sofa bersiap untuk ke dapur, "Raven tunggu di sini ya, aku mau bantuin bibi bentar" katanya.
"Mau ikut, bantuin calon istri dan bibi mertu—"
"Akh!"
"Rasain!" Alesya mencubit pinggang Raven karena kesal pemuda itu terus menggodanya sejak tadi.
•••
"Ekhem, Raven bibi mau nanya"
Raven spontan melepaskan sendok dan garpu nya saat Rose bersuara, jantung nya berdegup kencang serta perasaan tidak enak menelusup di hatinya sesaat setelah Rose berbicara tadi.
"I-iya bi, nanya apa" jawab Raven sembari melirik ke arah Alesya sekejap setelah itu kembali menatap Rose.
Terlihat gadis itu juga tampak tegang, karena tatapan Rose begitu serius saat mengucapkan pertanyaan.
"Kalian udah lama kan pacaran nya?"
"Iya bi, udah tiga bulan lebih" balas Raven berusaha tenang.
"Apa aja yang udah kalian lakuin?" tanya Rose lagi, kali ini dengan tatapan mengintimidasi kedua manusia di hadapannya.
Raven dan Alesya salung lirik kemudian mengenggam tangan satu sama lain.
"Kami cuma pegangan tangan aja kok bi" jawab Raven.
"Perasaan kita udah ci..."
"Ssst!"
Rose menyipitkan matanya, kemudian mengangguk cepat lalu melanjutkan makannya. Setelah itu suasana tampak hening hanya terdengar suara dentingan sendok dan garpu yang beradu hingga ketiga nya pun selesai makan
___
Alesya dan Raven hanya duduk berdua di sofa ruang tamu sambil menonton televisi, jika di tanya kemana Rose, maka jawabannya Rose sudah pergi ke pasar.
Sesekali Raven melirik ke arah wajah cantik Alesya yang sedang fokus menonton film romantis.
"Raven!" panggil Alesya tiba-tiba.
Manik nya bertubrukan dengan manik hitam milik Raven yang sedang menatap ke arahnya, memunculkan semburat merah di wajah keduanya.
"Kenapa sayang kok manggilnya tiba-tiba" Raven menyentuh pipi Alesya dengan ibu jarinya.
"Coba panggil aku"
"Alesya"
"Bukan gitu!" kesal Alesya.
"Kenapa sih?" Raven menggaruk tengkuknya bingung.
"Kamu nggak romantis"
Mendengar hal itu Raven Langsung menarik pinggang Alesya hingga tubuh gadis itu menubruk tubuhnya, "Yakin gue nggak romantis"
"M-maksudku bukan gitu, tapi panggilan kamu untuk aku itu yang nggak romantis... kamu masih pake kata lo gue, kan kalo orang pacaran di tv panggilnya aku kamu" tutur Alesya.
Raven pun langsung melepaskan tangannya dari pinggang Alesya, sekarang ia mengerti kenapa gadis itu terlihat kesal.
"Jadi maksud lo... ekhem maksud kamu aku kalo sama kamu nggak boleh pake kata lo gue."
Alesya angguk-angguk "betul, kalo sama orang lain kamu boleh pake kata lo gue, kalo sama aku nggak boleh! kecuali kita udah putus"
"Kita nggak akan putus! kamu milikku, selamanya milikku!" tekan Raven.
Alesya menganga mendengar ucapan Raven barusan, apalagi saat Raven langsung menempelkan kepalanya di tengkuk Alesya.
"Y-ya kan kita nggak akan tau masa depan, siapa tau kita nggak berjod—"
"Hmphh"
Raven langsung membungkam bibir Alesya dengan ciuman saat mengatakan itu, ciumannya kali ini terasa lebih agresif dan kasar dari sebelumnya. Ada apa dengan Raven?
"Nggak akan ada yang bisa misahin kita, sekalipun kamu berteriak ingin putus denganku aku nggak akan melepaskan mu!" kata Raven setelah melepaskan ciumannya.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketua Geng Vs Gadis Desa (END)
Teen FictionMevriano Raven Megantara, merupakan ketua geng Xlovenos yang kejam dan tidak takut apapun. Memiliki wajah tampan dan dikagumi semua orang tentu menjadi ciri khas Raven___suatu hari takdir mempertemukannya dengan Alesya jingga Riscanara gadis desa ya...