Bab 37

1.5K 59 5
                                    

Jangan lupa vote sama komentarnya♥️

_____

Seusai mandi dan berganti pakaian kedua sejoli itu kini duduk berdampingan di ruang tamu sembari menonton televisi, sesekali Alesya melirik kepada kekasihnya. Ekspresinya tak berubah, tetap datar.

Rupanya ia benar-benar melupakan kematian kedua orang tuanya, menganggap kejadian itu hanya angin yang singgah sebentar dan berlalu begitu saja.

Karena tidak ingin banyak bertanya, Alesya pun memilih untuk diam saja... justru bagus jika kekasihnya tak berlarut-larut dalam kesedihan.

Ting nong

"Tck ganggu aja, siapa sih datang pagi-pagi begini!"

"Aku buka pintu dulu ya" pamit Raven lalu segera membuka pintu.

Di depan pintu sudah berdiri 5 orang dan salah satunya perempuan, tatapan tajam Raven tujukan kepada Rafael yang juga ada di sana.

"Masuk!" ajaknya.

Ke lima orang tersebut mengikuti Raven, alangkah terkejutnya mereka melihat seorang gadis sedang duduk di sana, menyambut mereka dengan senyuman kikuk.

"Lagi pacaran tuh" bisik Denuca.

"Pst udah! sih Raven lagi berduka, jaga cocot lo jangan ampe bikin dia marah" sanggah Anthon.

Rafael hanya diam saja, tatapannya terus tertuju pada Alesya, ia menatap gadis itu dengan pandangan aneh. Lalu kemudian menundukkan kepalanya.

"Raven lo yang sabar ya... kalo lo mau gue bisa nemenin lo selama beberapa hari disini, lagipula gue sahabat lo" Irene membuka suaranya, ia mendudukkan bokongnya di samping Raven mengusap-usap punggungnya namun sang empuh menepis tangannya.

"Nggak perlu! ada Alesya yang nemenin gue" bantah Raven. matanya tertuju pada Alesya sampai gadis itu menganggukkan kepalanya, "iya ada aku yang nemenin Raven... siang hari tapi"

Denuca mengernyitkan dahinya, mengapa wajah Alesya merona saat mengatakan itu seperti ada sesuatu yang tersirat dalam perkataannya.

Begitupun Rafael dan Irene, mereka merasa ada sesuatu yang terjadi pada kedua orang tersebut.

"Alesya leher lo merah" ujar Irene menunjuk leher Alesya sehingga semua tatapan mengarah padanya.

Alesya spontan menutupi bekas merah di lehernya dengan rambut panjangnya, ia meneguk salivanya kasar. Jantungnya berdebar sangat kencang takut ketahuan apa yang mereka lakukan semalam.

"I-ini bekas gigitan nyamuk"

"Itu kan bekas ciuman gue kok di bilang gigitan nyamuk" Raven menimpali, suaranya terdengar santai padahal jantung Alesya hampir saja copot.

Deg!

"Raven!!"

"Ekhem! gue haus nih kalian nggak mau nyiapin kita minuman gitu, sekalian camilan" Anthon berusaha mengalihkan topik, ia mengusap-usap lehernya. padahal ia tidak haus sama sekali.

Raven mendelik, ia lalu memanggil pelayan di rumahnya untuk menyiapkan minuman untuk para teman-temannya.

Dapat Raven lihat jika Rafael tengah kepanasan dengan ucapannya semua orang yang ada di sana pun menyadari itu. Namun ia hanya menyunggingkan senyuman jahat.

"Ah Alesya gimana kalo kita ke dapur aja bantu-bantu bikin makanan" Irene secara tiba-tiba menarik tangan Alesya.

•••

Setibanya di dapur Irene meminta pelayan untuk pergi, membiarkan mereka berdua yang memasak makanan.

"Kok kamu suruh mereka per—"

Ketua Geng Vs Gadis Desa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang