Raven memasuki rumah dengan langkah lebarnya, matanya menyorot tajam kearah Gayatri yang kini tengah bersedikap dada.
"Mau kemana kamu?"
Raven menghentikan langkahnya, "apa? Mama mau ngomong apa lagi? belum puas ngancurin kebahagiaan Raven!"
Gayatri tertawa sinis kemudian mendudukkan bokong nya ke sofa, mengintruksi Raven untuk duduk di hadapannya.
"Ternyata sekeras-kerasnya kamu masih nurut ya sama mama kalo diancam, Haha." ucap Gayatri sambil menyeruput teh nya.
Raven merapatkan bibirnya, ia benar-benar merasa hidupnya seperti robot yang terus dipaksa oleh kedua orang tuanya.
"Mama senang sekarang kata Irene kamu menjauhi gadis kampung itu." Gayatri tertawa sombong, "udah mama bil---"
"Jangan pernah sebut Alesya gadis kampung!"
"Oh jadi kamu sudah berani membentak mama mu sendiri karena gadis kampungan itu, iya?!"
"Bukan Alesya yang bikin Raven kayak gini! tapi sifat kalian yang bikin Raven seperti ini."
"Udah-udah nggak usah bahas gadis kampung itu, menjijikan!" Gayatri mengibaskan tangannya.
"Jadi mama mau ngomong apa?!"
"Mama mau kamu sama Irene tunangan bulan depan."
Raven menguatkan kepalan tangannya, baru ingin membuka suara Gayatri lebih dulu menyela, "kalau kamu menolak mama bisa saja minta papa mu untuk bikin gadis kampungan itu mati!"
"Kamu tau kan papa mu selalu nurut sama sama mama, apalagi soal membunuh." Gayatri meniup kuku nya seolah puas dengan ancaman yang dia berikan, "kamu juga tidak bisa melindungi gadis mu itu kan meskipun kamu ketua geng sekalipun."
"Sekali kamu bergerak mungkin anak itu sudah mati duluan, haha."
"Shitt mama sudah gila!"
•••
Alesya menangis sesegukan di dalam kamar, matanya sembab karena sudah menangis semalaman. Ia menengadah menatap jam yang berada di atasnya, jam sudah menunjukkan pukul 07.30 pagi yang artinya ia hampir terlambat.
Membasuh muka nya sebentar, Alesya buru-buru mengenakan seragam sekolah dan berangkat ke sekolah. Beruntung bus belum berangkat hingga ia bisa datang ke sekolah meskipun hampir saja terlambat.
Setelah tiba di kelas, Alesya menelungkup kan kepalanya di meja.
Kenapa hari ini ia benar-benar sial, sudah lah hampir terlambat dan sekarang Chara juga tidak masuk sekolah, dan sekarang juga jam kosong karena semua guru sedang rapat. Kalau tau begitu ia tidak akan masuk sekolah tadi.
Merasa bosan di kelas, Alesya pun berjalan-jalan di koridor tak tau arah hingga ia berpapasan dengan Raven.
"Brengsek!" Alesya mempercepat langkahnya ketika Raven berhenti melangkah dan menatap wajahnya.
Namun entah kenapa dari tatapannya, Raven sepertinya mengasihaninya terbukti dari tatapan sendu cowok itu yang menurut Alesya seperti nya itu ejekan untuknya.
Alesya menghentakkan kakinya di koridor menjauhi Raven, sampai tiba-tiba ia merasa tangannya di tarik oleh seseorang, "lepas Raven! Aku nggak mau bicara sama kamu ... aku juga nggak butuh kas---"
"Ini gue Jingga..."
Deg
Alesya membelalakkan matanya dan menoleh ke samping, ternyata Gibran lah yang menarik tangannya, cowok itu menatapnya dengan tatapan bingung membuat Alesya malu. Matanya menoleh ke belakang dan ternyata Raven sudah tak ada disana.
"K-kak Gibran?"
"Mata lo sembab, lo habis nangis?" tanya Gibran khawatir.
Tangannya terangkat mengusap pipi Alesya, "Chara udah cerita semuanya sama gue..."
"Um kalau boleh tau kenapa Chara nggak masuk hari ini ya, kak."
"Dia hari ini nggak masuk karena ada ikut mama, jadi gue yang akan jaga lo hari ini." tambah Gibran.
"Lo ikut gue ya..." Gibran menarik lembut tangan Alesya membawanya ke taman.
Disana Gibran mengambil beberapa bunga dan merangkai nya, Alesya melihat sambil tersenyum. Ia merasa sedikit bahagia sekarang meskipun hatinya sedikit sakit.
"Kak.."
"Kak!"
"Eh iya Jingga ... maaf karena terlalu fokus merangkai bunga, gue jadi nggak dengar." Gibran sedikit merasa bersalah.
Alesya menunjuk rangkaian bunga di tangan Gibran yang hampir terbentuk jadi mahkota, "kakak udah petik semua bunga di taman ini ... gimana kalau kita---"
"Hei kalian yang disana!"
Deg
Gibran melotot kan matanya ketika melihat penjaga taman mendekati mereka dengan marah, ia mengambil tangan Alesya dan---
"Ayo ikut gue, kita harus lari dari sini!"
Gibran membawa Alesya berlari pergi dari taman, sesekali ia menoleh ke belakang dan melihat penjaga taman yang mengejar mereka sudah tidak ada.
Ia menghela nafas lega dan tertawa kencang, "Hahaha maaf maaf gara-gara gue lo jadi harus ikutan lari kayak gini."
Alesya ikut tertawa, meskipun jantungnya hampir copot karena mereka di kejar-kejar oleh penjaga taman namun ia sedikit terhibur.
"Lo pasti haus, kita pergi ke kantin yok."
•••
Alesya dan Gibran duduk berhadapan di bangku kantin, sesekali mereka tertawa mengingat kejadian di taman tadi.
Alesya menyeruput es strawberry nya, tetapi kenapa rasanya seperti ada yang memperhatikan.
"Kenapa seperti ada yang natapin aku ya." lirih Alesya pelan.
"Hah? lo ngomong apa barusan?" tanya Gibran sambil menyuap batagor ke mulutnya.
Alesya tak menjawab, ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling kantin yang tengah ramai saat ini. Tatapannya berhenti kearah sekumpulan orang yang duduk di tengah-tengah kantin.
Salah satu dari mereka tengah menatap dalam kearah.
Alesya buru-buru mengalihkan pandangannya saat mata mereka bertemu, ya itu adalah Raven.
"Kenapa sih dia natapin aku gitu amat, apa dia mengejekku karena aku gampang dipermainkan dan dimanfaatkan!"
•••
Segini dulu ya jangan lupa vote dan komennya
Semoga terhibur sama ceritanya ☺️
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketua Geng Vs Gadis Desa (END)
Roman pour AdolescentsMevriano Raven Megantara, merupakan ketua geng Xlovenos yang kejam dan tidak takut apapun. Memiliki wajah tampan dan dikagumi semua orang tentu menjadi ciri khas Raven___suatu hari takdir mempertemukannya dengan Alesya jingga Riscanara gadis desa ya...