Selama di kantin Alesya tidak mengucapkan sepatah kata pun bahkan ia tak memakan bakso di hadapannya, hanya mengaduk-aduknya.
Raven yang menyadari hal itu sontak melepaskan sendok dan garpu miliknya dan meraih tangan Alesya, "lo nggak bisa motongnya hm?"
"E-eh siapa bilang aku bisa kok motongnya." Jawab Alesya dengan suara gugup.
Raven tersenyum dan mengambil alih mangkok Alesya dan memotong bakso nya menjadi potongan kecil, Alesya hanya mengamati cowok itu dan tersenyum kecil.
"Sebenarnya aku bukan tidak bisa motongnya tapi---"
"Tapi lo takut Gibran marah karena kita baikan kan?" potong Raven dengan raut wajah tidak sukanya.
"Nggak bukan gitu!"
"Lo milik gue Sya, lo nggak perlu mikirin perasaan cowok lain disaat sama gue." Raven berkata dengan tangan mengusap rambut Alesya.
"Padahal aku nggak ada maksud seperti itu ... aku hanya takut kak Gibran dan Chara kecewa sama aku." Alesya bergumam pelan sembari menyendokkan bakso nya.
Raven terkikik geli melihat wajah cemberut Alesya, ia semakin gemas dengan gadis yang sudah ia cap sebagai miliknya tersebut.
beberapa menit kemudian baik mangkok Raven maupun Alesya sama-sama sudah kosong. Raven mengap bibirnya dengan tissue sembari menatap wajah cantik nan polos Alesya.
Ia mengigit bibirnya ingin sekali mengecup bibir sang gadis namun merasa itu belum waktunya.
"Mau kekelas sekarang?" tanya Alesya yang sudah bangkit dari kursinya.
Raven mendekat kemudian menyandarkan kepalanya di pundak Alesya membuat pipi sang gadis merona, "mau bolos bareng nggak?"
"Ih kok ngajak nggak benar!" bibir Alesya mengerucut.
"Sekali ini aja." bisik Raven di telinga Alesya.
•••
Akhirnya mau tak mau Alesya mengikuti Raven membolos karena pemuda itu menyeretnya. Dan kini mereka berada di atas pohon di halaman sekolah.
Awalnya Alesya ragu-ragu untuk naik tetapi lagi-lagi karena Raven gadis itu pun luluh, sembari kaki berjuntai rambutnya berterbangan karena angin yang berhembus di sekitar mereka.
"Coba ngadep sana." suruh Raven pada Alesya.
Meskipun tidak tau apa maksudnya Alesya pun hanya menurut saja, Raven mengambil sebuag karet di dalam saku celananya kemudian menguncir rambut panjang Alesya.
"K-kamu ngikat rambutku?" Raven membalikkan tubuh Alesya menghadap nya dengan hati-hati kemudian berkata, "kalau begini lo lebih cantik."
"Cantik?"
Raven mengangguk dan memegang wajah Alesya lalu mengecup puncak kepalanya.
"Jantungku...." Alesya seketika membeku dengan jantung berdebar tak karuan.
Rasanya ia seperti terhipnotis dan menginginkan lebih, apakah ia secinta itu pada Raven sehingga melupakan apa yang telah pemuda itu perbuat terhadapnya kemarin-kemarin.
"Raven ugh..."
"Kenapa Sya?"
Alesya menepuk-nepuk roknya yang sedikit kotor karena duduk di atas pohon, Raven yang mengerti pun mengangkat tubuh Alesya dan mendudukkan ke pangkuannya.
"Kalau begini udah nggak kotor lagi kan?" tanya Raven dengan suara lembut.
Jantung Alesya kian berdetak saat berada di pangkuan Raven, matanya menyapu ke kiri dan ke kanan mencoba untuk tidak gugup, terlebih pemuda itu kini meletakkan kepalanya di bahunya.
Sungguh Alesya ingin waktu berhenti saat ini juga, ia ingin seperti ini terus. berduaan dengan orang yang ia cintai dan berbahagia selamanya tanpa ada masalah apakah itu boleh.
Namun saat sedang romantis tiba-tiba Alesya merasakan sesuatu yang berjalan di rok nya, "kok perasaan aku nggak enak..."
"Ada apa?" tanya Raven dengan suara seraknya.
Dengan takut-takut Alesya mencoba menundukkan kepalanya untuk melihat, namun betapa terkejutnya ia saat melihat ulat besar berjalan di roknya lantas ia meronta dan berteriak.
"KYAAAAA!"
"Alesya jangan bergerak kita bisa jat---"
"AAAAAAAAA!"
Bruk
Keduanya pun terjatuh dengan posisi Raven dibawah dan Alesya diatas, "ughh apa tulangku patah ... tapi kenapa ini empuk."
"Turun!"
"Badan gue..."
Alesya yang baru tersadar pun sontak menjauhkan badannya dari Raven dengan wajah merah merona, "K-kamu nggak apa-apa?"
"Bantuin gue berdiri." Raven mengulurkan tangannya dan Alesya pun menyambut.
"Lo kenapa sih tadi?"
Alesya menunduk merasa bersalah, "tadi ada ulat ... maaf jangan marah."
Raven tersenyum dan menyentuh dagu Alesya dengan telunjuk nya, "nggak usah sedih gue nggak apa-apa, dan nggak ada yang luka juga."
"Tadi aku kag---"
"Cuma belakang gue yang sakit sedikit kalau di peluk pasti ilang sakitnya." Raven menarik Alesya ke dalam pelukannya.
"Emang bisa ya gitu?"
"Mmmm udah hilang sakitnya ... ternyata meluk lo benar-benar obat yang ampuh ya."
"Apaan sih!" Alesya tersipu namun tak melepaskan pelukannya.
"Hahaha!"
•••
Di sebuah rumah yang mewah dua orang bersaudara sedang duduk di sofa saling berhadapan, siapa lagi jika bukan Chara dan Gibran.
"Bang kok lo diam aja sih ngelihat Raven sama Alesya berduaan!"
"Lo harusnya gerak dong jangan cuma perhatiin dari jauh, katanya suka tapi kok kayak gak meyakinkan gitu!"
Gibran memijit kepalanya pusing, "lo pikir gue bisa apa hah ngelihat mereka berduaan, lo mau gue labrak mereka?!"
"Yang ada Jingga bakalan benci sama gue dan gue nggak mau itu."
"Asalkan Jingga bahagia gue ikut bahagia." tambah Gibran.
"Tck lo gampang amat nyerah, Raven itu udah nyakitin Alesya bang kalo lo biarin gitu aja emang lo mau Alesya bakalan tersakiti untuk yang kedua kalinya."
Gibran terdiam sesaat memikirkan ucapan Chara yang mungkin ada benarnya, mana mungkin ia akan membiarkan Alesya bareng orang yang sudah menyakiti nya.
"Gue harus apa?" tanya Gibran.
"Ya lo harus deketin alesya lah, lo harus bisa narik perhatian dia buat dia jatuh cinta sama lo, jangan kalah sama Raven." jawab Chara sambil bersedikap dada.
"Gimana kalau nanti gue ajak Alesya nginap kapan-kapan disini," Chara tersenyum puas dengan ide nya.
"Nginap? Ngapain?"
"Lo nyuruh gue ngapa-ngapain Jingga?"
"Ya enggak lah bego! gue cuma mau kalian pendekatan bukan nyuruh lo ngerusak dia!"
"Dasar abang bego, hmmph!" Chara memalingkan mukanya tampak kesal dengan tanggapan Gibran yang salah mengartikan ide nya.
Gibran bangkit dari sofa dan mendekat pada Chara lalu mengacak-acak rambutnya, "Hahaha gue cuma bercanda kali."
"Gue udah susah payah ya ngerapihin rambut gue dan sekarang lo acak-acak dasar abang nyebelin!!"
•••
Segini dulu ya bab kali ini jangan lupa Vote dan komennya..
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketua Geng Vs Gadis Desa (END)
Novela JuvenilMevriano Raven Megantara, merupakan ketua geng Xlovenos yang kejam dan tidak takut apapun. Memiliki wajah tampan dan dikagumi semua orang tentu menjadi ciri khas Raven___suatu hari takdir mempertemukannya dengan Alesya jingga Riscanara gadis desa ya...