Antagonis

349 35 2
                                    

Tuhan tak pernah menakdirkan seseorang untuk menjadi Jahat tapi dunia perlu peran antagonis untuk mengetahui sisi baik dari pihak lain"

(Tsalsa Andriana)

***

Dengan ditemani secangkir cokelat panas kupandangi malam di tengah rooftop kamar kost ku.

Aku mengingat kembali kejadian siang tadi yang seketika membuat moodku teramat buruk.

"Hey Tsa.."seseorang muncul tiba tiba dengan membawa sekresek makanan ditangannya.

" hoby banget ngagetin orang" Ungkapku sembari mengelus dada. Beruntung aku memegang cangkir minuman itu dengan kuat. Hingga tidak melongsor diantara ubin.

Dia hanya menampakkan sederet gigi yang terawat dan bewarna putih terang kemudian ia meletakkan kantong hitam di atas meja dan mengeluarkan sepotong makanan yang akhirnya ku ketahui isinya adalah kumpulan gorengan.

"Kamu ada hutang cerita sama aku Tsa". Ungkapnya serius disela kegiatan mengunyah sepotongan bakwan.

Aku memalingkan wajah kesebarang arah berusaha menghindari topik pembicaraan yang hendak dimulai sahabat baikku kali ini. Bukan karena aku tak percaya padanya, hanya saja aku butuh waktu untuk menjelaskan kronologi lengkap perjalanan hidupku padanya. Dan kuyakini saat ini belum tepat, aku saja masih dibuat bingung dengan langkah yang harus ku lakukan demi menebus semua salahku pada Rony. Memperbaiki benang kusut yang saat ini terlalu menggumpal.

Pesan terakhir yang aku terima dari Rony saat menunggu taksi online di halte tadi mengorek kisah yang masih hangat dalam memory. Penuturannya menguak tabir hitam yang sebenarnya berupaya aku lupakan dan aku tak menyangka bahwa akibat kecerobohanku, terlalu banyak hati yang terluka. Wajar saja bila Rony tidak dengan mudah melupakannya.

Rony send

*temui ibuku dan ceritakan semuanya agar dia merestui hubunganku dengan Keyza nanti*

Aku tak tau bagaimana cara mengakhiri kesalahpahaman Yang sudah kumulai sejak lama pada orangtua Rony, terlebih para kedua orangtuaku dan juga Keyza.

Aku menghela nafas berat.

" beri aku waktu Nad"kuteguk kembali cokelat panas dengan perlahan tanpa melepas pandangan dari langit malam ini.

Dia memperhatikan eskpresi wajahku dengan intens.

"Apa kamu mengenal Pak Rony sebelum kamu melamar kerja disini?"dia terlihat ragu menanyakan hal itu.

Aku mengangguk lemah dan kembali menyeruput cokelat panas yang tersisa setengah. Berharap Nadiya tak bertanya lebih lanjut.

Dia kembali mengamati tingkahku yang terlihat jelas belum ingin membahas masalah ini lebih dalam.

"Baiklah Tsa..aku menunggu kamu siap untuk menceritakannya pada ku. Tentang kisah hari ini, tentang Rony dan masa lalu yang senantiasa kamu tutup rapat dariku" dia tersenyum tulus padaku.

"Terima kasih" ucapku teramat bersyukur atas pengertiannya. Dia terlalu baik untuk ukuran seorang Tsalsa Andriana yang teramat antagonis.

"Apa kamu masih mau menjadi sahabatku Nad jika tau seburuk apa sikapku dulu pada orang orang di sekitarku" monologis sembari menatapnya tanpa suara.

Dia menepuk nepuk pundakku dengan penuh kasih seolah mentransfer energi positiv untukku. Meskipun dia tidak mengetahui apa yang menganggu fikiranku saat ini.

"Don't worry Tsa.. Aku akan selalu menjadi temanmu. Trush me?" hiburnya.

Aku tersenyum haru.

"Thank god, sudah mengirimi malaikat untuk hambamu ini yang tak layak di anggap manusia"bathinku.

My ChacaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang