SEMESTA

338 31 7
                                    

"Sekeras apapun kamu menolak Takdir jika telah tertulis jelas di garis tanganmu maka akan tetap menjadi milikmu"

    _Tsalsa Andriana_

***

Sama halnya denganku, Rony juga tampak tak menyangka dengan pernyataan Mamanya. Buktinya dia terlonjak kaget sedangkan aku hanya mampu mengatupkan rapat rapat bibirku.

"Baik baik ya sama mantu mama.awas aja kalau kamu bikin dia kesal" ujar Tante Tiya yang hanya di balas dengan tatapan malas Rony sedangkan aku hanya tersenyum kecut mendengar tante Tiya menyebutku "menantu".

" cobaan apa lagi ini Tuhan?"gumamku pelan setelah tante Tiya pergi meninggalkan kami berdua.

"Gue denger.."

Aku melirik sekilas kearah sumber suara yang terdengar berat. Si empunya suara khas menatap tajam ke arahku.

"Berasa paling teraniaya lo" sinisnya.

Aku mendengus kesal mendengar penuturannya "emang iyak, napa emang?" ucapku tak kalah sinis.

"Lo fikir gue mau apa beduan sama lo!" ujarnya lagi masih dengan penuh penekanan meskipun dengan suara masih terbilang jauh lebih lembut dibandingkan suaraku.

"Dihh..kalo lo ngerasa gak rela di dekat gue.Ya tinggal kesono, jauh jauh sama gue"

"Kenapa gak lo aja yang kesono"

"Ya lo fikirlah Ronik, ini acara kakak gue. Rumah, Rumah gue. Ngapa gue yang kudu ngalah?" kali ini aku tak mau kalah darinya. 

"Berarti lo yang harus ngalah, gue tamu disini. Sudah selayaknya tuan Rumah melayani tamu dengan baik karena tamu adalah raja" aku memutar bola mata malas. Di belahan kepala normalku merasa terdapat kejanggalan mendapati sikap si kulkas 1000 pintu ini mendadak jadi cerewet.

"Maksud lo, Raja Firaun" aku tertawa geli melihat ekspresi kesalnya karena ku juluki raja mesir kuno. Anehnya, didetik berikutnya wajah Rony seketika melunak dengan menatap intens ke arahku. Aku celingak celinguk mencari sumber yang membuat perubahan mimik wajahnya. Apakah ada seseorang yang tanpa sengaja melintas di belakangku sehingga wajah yang awalnya tampak seperti gunung merapi yang ingin memuntahkan lava itu seketika menjadi taman rumput teletabis.

Tak mendapati apa yang kucari, akhirnya aku memutuskan mengecek pesan di ponselku. Terdapat beberapa notifikasi, salah satunya dari Zidan. Namun aku belum berniat untuk membuka apalagi membaca pesan tersebut.

"Ngapain lo kesini?" tanya ku kembali memulai obrolan setelah tak ada yang bersuara.

"Gue di undang"

"Gaya lo"tak habis fikir dengan tingkah sok coolnya.

"Lah..emang di undang, lo gak percaya?"dia melipat kedua tangan di atas meja sembari menatapku dengan tatapan menantang.

"Dihh.. Gitu aja sewot" cibirku setengah mengejek seraya mengalihkan fokus pandangan ku disekeliling. Tamu tamu terlihat asyik bercengkrama dengan tamu lainnya. Adapula yang tampak menikmati es cream dan aneka kue yang telah tersaji di meja prasmanan.

Aku kehilangan mood untuk mengajaknya berbincang padahal aku berharap bisa membahas tentang lamaran dari orangtuanya beberapa waktu lalu. Aku hanya ingin memastikan bahwa dia sebenarnya tidak tahu tentang itu kemudian meminta orang tuanya untuk membatalkan rencana tersebut. Tapi melihat sikap juteknya, niat baik tersebut aku urungkan. Jangan kan berbicara santai, membahas hal biasapun tetap membuat ku harus menarik keras sebagian besar urat sarafku.

Wajah datarnya mungkin tampak biasa saja, tapi yang tak di ketahui orang lain bahwa saat bersama ku Entah energi apa yang merasuki jiwanya sehingga jadi senang berdebat.

My ChacaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang