Kotak Bekal Bukan Kotak Amal

301 22 2
                                    

"Persegi mengajarkanku bahwa ada patahan sebelum menemukan titik yang akhirnya mempertemukan nya menjadi garis"

               (Tsalsa Andriana)

+Masih Mode Flashback+

Aku menjalani hari hariku dengan penuh semangat. 

"Faro...kamu liat Rony gak?" aku menepuk pundaknya dari belakang.

"Astaga Tsa..kamu bikin kaget aja" ucapnya sembari mengelus dada. 

Aku terkekeh pelan dan meminta maaf padanya.

"Kamu liat Rony gak?" tanyaku untuk kedua kalinya.

Faro menggeleng kemudian dia memberi kode pada teman teman di sebelahnya. Semua menjawab dengan satu komando "menggeleng".

Setelah menimbang nimbang, akhirnya Aku memesan semangkok bakso dan segelas teh tawar kepada penjaga kantin sekolah kemudian ikut bergabung di meja mereka.

"Kalian udah pada pesan?" tanyaku pada ketiga teman tongkrongan Rony.

Mereka serempak mengangguk.

"Tumben makan di kantin" tanya Dani.

"Lagi pengen aja" ucapku singkat padahal aku hanya berniat untuk mencari Rony.

"Emang gak bawa bekal?biasanya selalu nenteng 2 kotak bekal yang satunya pasti buat ayang Ronay" ledek Raka dengan gaya super menyebalkan.

Mereka serentak tergelak melihat tingkahku mencibir kearah Raka.

"Mending bekal nya buat aku aja deh Tsa" bujuk Dani kepadaku.

"Dihh...itu bekal buat Rony"

"Rony kayaknya udah makan sih Tsa. Jadi, daripada mubazzir mending kamu sedekahkan pada Hamba sahaya ini" ungkap Faro mencoba memasang tampang serius yang justru terlihat aneh di mataku.

Diantara ketiga teman laki laki dihadapanku saat ini, Faro adalah teman yang membersamaiku sejak SMP. Faro adalah teman aku dan Rony sejak berseragam putih biru. Meskipun aku tidak terlalu akrab dengannya, tapi sedikit banyak aku mengetahui beberapa karakter dari lelaki berwajah blasteran belanda. sedangkan Dani dan Raka merupakan teman yang baru beberapa bulan aku kenal tepatnya sejak aku menjadi siswa menengah atas.

"Ini kotak bekal ro bukan kotak amal" tegas ku di sambut tawa kedua temannya. Faro hanya menimpaliku dengan senyum innocentnya tak mengambil hati ucapan ketusku.

Tak berselang lama,pesanan kami pun tiba. Mereka bertiga sudah memasang tampang buas bagai singa yang belum menemukan makan berhari hari lamanya. Aku bergidik ngeri kemudian menggeser mangkok bakso mendekat kearahku.

Tanpa ba-bi-bu, kami sudah fokus pada santapan yang tersaji tanpa berniat berbincang.

"Tsa..kayaknya aku liat Rony tadi ke arah perpustakaan" ujar Raka memecah kesunyian diantara kami dan merapikan perlengkapan makan.

"Serius??kapan??" tanyaku yang sudah menyeruput habis minuman di gelas kaca.

Raka mengangguk cepat "barusan" ucapnya lanjut meneguk tuntas minuman tanpa sisa.

"Kayaknya lagi sama cewek sih" sambungnya lagi kemudian di pelototin kedua lelaki di depanku karena posisi dudukku di seberang Faro dan Dani sedangkan Dani berada tepat di sebelahku.

Aku menyergitkan dahi mencerna pernyataan terakhir dari lelaki yang di juluki "Playboy" dikalangan teman SMAku. 

Aku menatap Faro menanyakan kebenaran namun Faro hanya menggeleng sesaat tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Aku merasa sedikit aneh, karena jika Raka bisa melihat Rony menuju ke arah perpustakaan harusnya Faro pun melihatnya. 

My ChacaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang