bukan DILAN

709 54 14
                                    

Sesungguhnya SEMESTA tau kapan CINTA itu akan berlabuh

Pada dermaga yang mungkin dulu SEPENUH HATI menolak hadir mu

(Tsalsa Andriana)

Aku mengucek ngucek mataku mengintip dibalik selimut yang membungkus hampir seluruh bagian tubuh. Aku mengambil handphone dan melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi. Gegas aku berlari menuju kamar mandi.

"Mengapa ibu tidak membangunkanku pagi ini?" monologku. Meskipun ini adalah hari liburku tetap saja aku tak biasa bangun pagi seterlambat ini.

Setelah mandi dan berdandan rapi, aku menuruni anak tangga rumah menuju ke ruang makan.

Aku hanya melihat kak Tania yang duduk manis di meja makan sambil mengoles sepotong roti dengan selai strowberi kesukaannya. Aku menarik kursi dan mengambil posisi di depan kak Tania berada.

"Tumben wangi banget di hari libur?"kak Tania mengendus kearahku.

" gue mandi kak makanya ada aroma sabun sama body lotion" ujarku sekenanya.

"Apa gara gara anak Om Aron?"

"Dihh..apa hubungannya sama dia?" aku balik bertanya pada kakak sulungku.

"Kan tadi malam, kamu dianterin pulang sama dia" kak Tania mengucap kan kalimat itu seraya menggerakkan alis ke atas ke bawah, sudah pasti untuk menggodaku.

"Ibu yang cerita?" tanyaku tak dapat menyangkal lagi.

"Kakak liat sendiri lah..dia nganterin kamu sampe depan pintu pagar rumah kan?kamu nya ngumpet nyumpet kayak mau maling, dia nya malah sengaja menyapa kakak dengan melambaikan tangan"

"Loh..jadi kakak yang di depan jendela tadi malam?Chaca kirain bang Tama?"Meskipun kemarin malam aku dalam keadaan buru buru tapi masih dapat kutangkap sosok seseorang yang berdiri di balik jendela kamar atas.

"Kakak lah Cha..wong itu di kamar kakak bukan kamar si Tama" dia mengunyah potongan roti dengan bersemangat.

Ibu masuk dari arah dapur dengan memegang dua buah piring yang entah apa isinya. 

"Ini titipan tante Tiya buat kamu" ibu memberiku sepotong ikan mas tombure yang menjadi makanan khas orang batak.

"Kok Tania gak ada Bu?" ujar kak Tania protes melihat ibu menyodorkan ikan kegemaran kak Tania padaku.

"Ada kak..ini" ibu menunjukkan piring lainnya, wajah cemberut tadi seketika sirna dan kini tergantikan dengan secercah senyum bahagia.

"Kok beda sama punya Chaca?" protes nya lagi setelah menerima potongan ikan yang ukurannya tampak tak jauh berbeda dengan isi piring ku.

"Chaca kan gak bisa makan pedes kak?jadi tante Tiya nyiapin seekor buat Chaca karena potongan yang lainnya pada di bumbuin cabe"

Dari penuturan ibu, dapat ku ketahui bahwa tante Tiya mengirimi keluarga kami makanan olahan lewat Rony. Sejak dulu Tante Tiya memang kerap kali berbagi makanan terlebih ikan mas tombure dan naniura karena dia tau bahwa kak Tania dan bang Tama teramat menyukainya.
Dari ibu juga aku mengetahui bahwa Rony sendiri yang mengantarkan makanan tersebut pagi pagi buta dan saat ini dia masih bersama bang Tama. Karena langsung di ajak bang Tama jogging di sekitar komplek.

Baru saja aku hendak mengangkat piring untuk bersiap meninggalkan meja makan, dua sosok pria bertubuh hampir sama tinggi itu telah hadir di ruangan yang sama.

"Sarapan dulu nak!" ajak ibu pada bang Tama dan pasti nya kepada Rony juga.

Rony tak membantah justru menarik kursi disebelahku. Dia tak kalah antusias menerima piring yang berisikan nasi dan ikan buatan Mamanya.

My ChacaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang