Kehancuran Sang Maestro

267 33 5
                                    

Fokus.

Fokus.

Fokus.

Kata itu terus diulang-ulang Adit dalam benaknya. Namun, lama-kelamaan kata itu pun akhirnya kehilangan maknanya, tak lebih dari gumaman yang digunakan untuk mengalihkan pikiran dari hal-hal yang tidak ingin ia bayangkan.

Ia menggelengkan kepalanya saat bisikan dari balik tempurung kepalanya itu semakin kencang, mencoba mengembalikan konsentrasi pada kuas dan kanvas di hadapannya. Kali ini, Adit bisa kembali merasakan ketenangan saat suara gesekan kuas di atas kanvas itu memenuhi telinganya. Ia mencoba hanya mendengarkan suara itu, satu-satunya ketenangan yang ia butuhkan untuk saat ini.

tanpa sadar, tetesan peluh mulai bercucuran dari dahinya, turun melewati alis tebalnya dan bercampur dengan air mata yang susah payah ditahannya. Adit tidak mau menangis. Lebih tepatnya, ia tidak mau terlihat menangis, apalagi di depan Randy yang sejak kemarin menangis sambil menguatkannya. Ia ingin terlihat kuat di hadapan sahabatnya itu karena ia sangat tahu, trauma apa yang ia bawa saat Randy mendengar diagnosanya. Sama sepertinya, Randy juga hancur dengan caranya sendiri.

Kanvas di depannya mengabur menjadi siluet berbentuk persegi panjang putih. Gesekkannya pada kanvas pun refleks terhenti. Tangan yang masih menggenggam erat kuas itu gemetar hebat. Adit mencoba menarik nafas panjang, menenangkan diri sambil mengerjapkan matanya berkali-kali. Dengan kasar, disekanya tetesan-tetesan air itu hingga pandangannya kembali jernih. Sayangnya, pandangannya tak kunjung kembali jernih, justru semakin memburam.

Adit bangkit dari duduknya sambil mendorong kanvas beserta dudukannya sampai jatuh ke lantai kayu. Dengan cepat, ia menghamburkan palet, kuas-kuas, dan tabung-tabung cat di depannya, membuat semua alat lukis di sekitarnya terburai berantakan. Dari kejauhan, Randy yang awalnya akan masuk ke kamar dibuat terkesiap dan tersentak.

Marah? Takut? Sedih? Randy tidak tahu persis perasaan apa yang saat ini merasuki Adit sampai ia bisa berbuat seperti itu pada peralatan lukis yang selalu ia dewakan dan rawat sepenuh hati, lebih dari dirinya sendiri. Batin Randy terasa diremat nelangsa saat dirinya mendapati Adit merapatkan punggung ke dinding, merosot lemas di sana dengan bahu yang gemetar dan turun.

"Dit?" Meski sebelumnya sempat ragu untuk mendekat, tapi Randy akhirnya membulatkan tekatnya untuk menghampiri Adit, menariknya ke dalam pelukan saat ia lihat sahabatnya itu sangat rapuh dan hancur. Bahkan, ia tidak berusaha menyembunyikan air mata yang mengalir di kedua pipinya.

"Aku harus gimana, Ran? Gimana sama Ayah Bunda? Anak-anak yang udah berharap penuh sama kita juga, gimana mereka, Ran?" tanya Adit sambil tergugu. Randy tidak bisa mengatakan apapun. Ia hanya memeluk Adit semakin erat dengan derai air mata yang juga membasahi kedua pipinya. Keduanya terisak bersama.

"Kita hadapi bareng, ya? Masih bisa disembuhin, kok. Belum terlalu parah, 'kan kata dokter? Masih bisa. Kita perangi bareng, ya?" Randy mengucapkan kalimatnya sambil tergugu. Takut, tapi ia tidak bisa lebih rapuh dari Adit.

Vonis dokter yang begitu mematikan benar-benar menghancurkan Adit, tak hanya dari luar, tapi juga dari dalam. Dia hanya meminta 1 hal pada Tuhan, untuk mengizinkannya jatuh cinta pada Maura dengan cara yang Ia kehendaki. Sayangnya, sepertinya kali ini Tuhan juga cemburu. Maka alih-alih mengabulkan doa Adit, atau menghapus rasa cinta itu dari hatinya, Tuhan justru meminta Adit untuk segera pulang ke pangkuannya.

Mendadak, ia jadi takut untuk kembali ke Malang. Bagaimana dia harus mengatakan pada kedua orangtuanya? Bagaimana dia harus menghadapi segala pengobatan itu? Apa dia bisa menyembunyikannya sementara agar orangtuanya tidak terlalu khawatir? Bagaimana dengan anak-anak jalanan yang begitu bergantung padanya? Apa yang akan terjadi pada mereka jika ia pergi nantinya? Bisakah Randy menghadapi mereka sendiri? Bagaimana dengan Randy yang hidup untuknya? Akan sehancur apa nanti lelaki itu saat menghadapi duka sekali lagi?

The Painter and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang