Chapter 4 - Kisah Sebentar

92 6 4
                                    

Interaksi terakhir antara Irene dan Wendy berujung membawa rasa sakit bagi keduanya. Sambil berusaha mengembalikan keaadaan ke sedia kala, keduanya sama-sama tenggelam dalam perasaan nyeri yang selalu muncul di titik yang sama.

Pagi masih belum sempurna untuk memancarkan kehangatan, tetapi Irene sudah terbangun karena suhu ruangannya yang terasa begitu dingin. Irene pun menarik selimutnya perlahan. Mata yang masih sembab membuatnya semakin enggan untuk membuka mata, apalagi beranjak dari kasurnya yang sangat nyaman itu. Kepalanya pun terasa sedikit pusing.

Denganmu senang hati terasa. Bangun dari mimpiku tahu aku tak sendiri. Matahari pun serasa lebih cerah. Dengan kecup manismu ku mulai melangkah.

Di sisi lain, Wendy masih saja tertidur dengan nyaman di kursi santainya. Keberadaan Wendy yang tidak ditemukan di kamarnya membuat Tiffany dan Taeyon harus meneriakkan nama Wendy sambil berkeliling rumah.

Setelah berkeliling ke semua ruangan yang ada di rumahnya, akhirnya mereka berdua menemukan putranya yang masih terlelap di kursi santai ruang kerja pribadinya.

"Anak ini ternyata tertidur di sini." Ujar Taeyon lirih.

"Iya. Ah, sepertinya dia habis membaca rekam medisnya semalam." Tiffany mendapati berkas rekam medis Wendy yang sedikit berserakan di meja.

"Sepertinya dia ingin memeriksa sesuatu, sayang."

"Iya. Nanti aku akan coba cari tau perlahan. Ah, kamu kan mau pergi golf sama Yuri, sayang. Berangkatlah, jangan sampai terlambat."

"Bener gapapa? Kamu udah lebih tenang?" Taeyon mengusap lembut rambut Tiffany.

"Totally. Seung Wan udah ketemu kan. Sekarang kamu berangkat ya, udah ditungguin sopir juga di bawah."

"Oke, aku berangkat ya sayang. Kalo ada apa-apa, langsung telepon aku."

Tiffany pun mengangguk. Sebelum Taeyon meninggalkannya, ia kecup singkat bibir istrinya itu. Tiffany pun mengarahkan pandangannya mengikuti Taeyon yang sedang berjalan keluar ruang kerja Wendy.

"Apa ini? Pagi-pagi aku sudah melihat pemandangan pasangan bucin?" Wendy berkata asal dengan suara serak khas bangun tidurnya.

"Astaga! Kamu mengagetkan mama, Seung Waaan!" Tiffany mencubit lengan Seung Wan.

"Abisnya, pagi-pagi ciumannya udah pake suara. Kan jadi bikin aku bangun."

"Udah-udah, jangan dibahas. Kamu gapapa sayang? Kok tidurnya ga di kamar sih?"

"Semalem Seung Wan ga bisa tidur, ma. Terus main ke sini, niatnya mau baca-baca buku, tapi malah pengen lihat rekam medisku."

"Keadaan kamu sekarang gimana? Ada yang terasa sakit?" Tanya Tiffany sedikit khawatir.

"Seung Wan baik-baik aja ma, cuma agak pusing dikit aja. Paling nanti baikan kalo udah minum obat."

Tiffany pun hanya mengangguk dan merapikan rambut Seung Wan yang sedikit berantakan.

"Eh, jam berapa ya ini, ma?" Tanya Seung Wan tiba-tiba.

"Jam 6.15 tuh. Kenapa?"

"Ah, Seung Wan mau siap-siap dulu ya ma." Wendy pun beranjak dari kursi santainya secara tergesa.

"Eh mau ke mana kamu?"

"Ke rumah Irene nuna." Jawab Wendy sedikit berteriak karena ia sudah berlari meninggalkan ibunya di ruang kerjanya.

Tiffany pun akhirnya menyusul pria itu ke dalam kamarnya. Suara shower terdengar jelas, berasal dari kamar mandi Wendy yang ada di dalam kamarnya.

"Kamu sarapan di mana? Mama udah siapin sandwich kesukaan kamu loh." Ujar Tiffany sedikit berteriak.

The RoadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang