Lembaran foto hitam-putih. Aku coba ingat lagi warna bajumu kala itu. Meski tak ada warna yang tertoreh di selembar kertas foto ini, tapi ceriamu waktu itu mampu memberi warna pada setiap memori.
Irene mengusap lembut wajah Wendy kecil yang sampai saat ini masih terlihat tampan baginya. Ia selalu suka melihat wajah terakhir yang bisa ia lihat di masa kecilnya. Ia pun melanjutkan membalikkan lembar pada album birunya itu, dan sampailah ia di halaman paling belakang. Halaman yang membuatnya kembali menitikkan air mata setelah ia sempat menghentikan tangisnya sejenak.
Kali ini Irene disuguhkan foto perayaan hari jadi mereka, ingatan yang masih sangat jelas di kepala Irene. Rengekan Wendy yang sangat lucu saat itu untuk meminta supaya Irene mau melakukan pemotretan dengannya, membuat Irene mampu melepas tawa lirih di tengah tangisnya. Ajakan itu akhirnya diiyakan oleh Irene dengan syarat pemotretan dilakukan oleh fotografer kepercayaan Irene, karena keduanya sama-sama sepakat untuk tidak mempublikasikan hubungan asmara mereka waktu itu.
Lembar monokrom hitam-putih. Aku coba ingat warna demi warna di hidupku. Tak akan ku mengenal cinta, bila bukan karena hati baikmu.
***Flashback***
Tepat di usianya yang menginjak 25 tahun, Irene mulai memberanikan diri untuk kembali menghubungi Wendy. Ia mencoba mencari informasi melalui managernya kala itu. Untunglah informasi Wendy tak sulit untuk ditemukan, karena saat itu Wendy sudah aktif bekerja di perusahaan ayahnya dan menempati posisi yang cukup tinggi.
Setelah berhasil mendapatkan nomor telepon Wendy, Irene pun tanpa ragu langsung menelpon pria itu.
"Halo?" Terdengar nada dengan sedikit keraguan di seberang sana.
"Ehm, halo. Benar ini dengan Seung Wan?" Irene sedikit gugup mendengar suara Wendy yang kini sudah beranjak dewasa. Suara bulat dan berat, sangat berbeda dengan suara Wendy yang ia ingat saat mereka masih anak-anak.
"Benar. Maaf apakah kita saling mengenal?" Wendy sangat penasaran karena nomor tak dikenal ini langsung memanggil nama aslinya. Jika orang ini hanya kolega atau kenalan bisnisnya, pasti akan memanggilnya dengan panggilan Wendy.
"Ah, i-iya. Kita dekat saat kecil dulu."
"Benarkah? Aku punya beberapa teman dekat dulu. Bolehkah kau menyebutkan namamu?"
"Aku nuna mu. Satu-satunya nuna yang kamu miliki." Nada Irene masih saja meragu. Ia takut Wendy tidak mengingatnya, karena sudah 15 tahun lamanya mereka tidak saling mengontak.
"Nuna? Em, nuna..AH! BAE JOO HYUN NUNA?" Teriakan Wendy yang sangat kencang mengagetkan Irene. Ia merasa gendang telinganya sedikit berdenging. Hatinya lega ternyata Wendy masih mengingatnya. Seketika wajahnya penuh dengan senyuman.
"Yaaa! Apa kamu harus sekaget itu, Seung Wan? Telingaku sangat sakit mendengarnya."
"Nuna! Tidak mungkin aku tidak kaget. Akhirnya aku bisa menemukanmu! Ah tidak, kau yang menemukanku. Ah bukan, tapi aku juga mencari mu, tapi kau yang menemukanku lebih dulu. Informanku memang tak sebagus milikmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Road
RomantizmSemuanya terasa asing bagi penglihatanku, tapi entah mengapa hatiku merasa ini semua begitu familiar. Jalan ini terus membuatku melangkah, meski terkadang aku tersadar langkahku tak membuatku berpindah dari titik awal. Aku sempat jalan di tempat, me...