Setelah membereskan permasalahan hukum Sejeong, hubungan Wendy dengan sekretarisnya itu sama sekali tidak ada yang berubah. Kebaikan hati Wendy membuat Sejeong benar-benar ingin menjadikan dirinya sebagai pelindung Wendy dan keluarganya, tak terkecuali Irene. Meski sudah loyal sejak awal, Sejeong merasa loyalitasnya kepada Wendy sudah tidak ada yang bisa melawan.
"Sejeong, bagaimana kalau kita ngopi sebentar di cafe biasa?" Ujar Wendy yang saat ini sedang menuju kantornya setelah meeting dengan investor.
"Tentu. Kau ingin ku pesankan apa?"
"Ehm. Tidak. Bukan itu yang ku mau. Mari kita membeli kopi dan mengobrol santai sore ini."
Perkataan Wendy membuat Sejeong terdiam. Ia beberapa kali melihat ke kaca tengah dashboard mobil, memeriksa apakah ada yang salah dari Wendy.
Setelah beberapa menit, akhirnya mereka tiba di cafe favorit Wendy. Setibanya di sana, keduanya saling memesan kopi dan beberapa kudapan.
"Sejeong. Bagaimana keadaanmu sekarang? Aku sedikit khawatir karena kau menolak saranku untuk cuti. Padahal kau melewati interogasi yang sangat lama beberapa hari lalu."
"Aku baik-baik saja Seung Wan. Mungkin aku akan jadi tidak baik-baik saja jika harus mengambil cuti. Berada di sampingmu dan membantumu adalah caraku satu-satunya untuk menunjukkan rasa terima kasihku. Banyak kerugian yang kau alami, tapi kau masih saja menerimaku. Entah apa lagi yang bisa kulakukan selain ini untuk membalas kebaikanmu."
"Sejeong, kau lupa? Sejak dulu kau sudah sangat baik padaku. Jangan terus berpikiran untuk membalas ku. Aku juga tak bisa menghitung satu per satu kebaikanmu padaku. Ku rasa lebih baik kita mengatakan ini semua impas."
Sejeong hanya terdiam, menundukkan pandangannya. Bibir cangkirnya tak lepas dari sentuhan jemarinya yang sedari tadi hanya bergerak melingkari cangkir itu.
"Sejeong, mungkinkah ada hal yang belum pernah kau ceritakan padaku?"
Deg..
Jemari Sejeong seketika berhenti. Pertanyaan tiba-tiba itu tidak diantisipasi oleh Sejeong.
"Ehm, aku tidak mengerti maksudmu Seung Wan. Seingatku aku sering curhat ke kamu. Bahkan mungkin kau yang paling paham tentangku dibandingkan orang lain yang dekat denganku."
"Benarkah begitu?"
Sejeong hanya menganggukkan kepalanya.
"Dengar, Sejeong. Sebetulnya aku terkejut saat membaca hasil interogasimu."
Mata Sejeong seketika membulat.
"Yaah, apa yang tertulis di sana? Apa semua hal yang ku ucapkan mereka tulis?"
Wendy sejenak terdiam memandang ekspresi Sejeong yang terlihat kaget dan salah tingkah.
"Memangnya kau bicara apa selain kronologi, Sejeong?"
Wendy berusaha membuat teman dekatnya itu untuk bercerita. Sebenarnya ia tidak yakin ingin melakukan hal ini, mengingat Sejeong memanglah bukan orang yang suka berterus terang tentang kehidupan asmaranya. Ia hanya ingin mendapat ketetapan hati dan dukungan dari Sejeong untuk hubungannya dengan Irene.
"A-ah..kurasa tidak ada..ehm..kecuali.."
Sejeong menatap ke arah Wendy. Wajah penuh keraguannya sangat terbaca.
"Argghhh..sial! Sepertinya kau sudah membacanya. Baiklah akan aku beri tahu sesuatu, Seung Wan."
"Katakan, Sejeong. Aku akan mendengarmu."
"Alasan terbesarku untuk melakukan semua hal di luar nalar itu adalah, kau dan Irene. Aku menyayangi kalian berdua."
"Bukankah itu wajar? Kau kan memang selalu melindungi kami berdua."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Road
RomanceSemuanya terasa asing bagi penglihatanku, tapi entah mengapa hatiku merasa ini semua begitu familiar. Jalan ini terus membuatku melangkah, meski terkadang aku tersadar langkahku tak membuatku berpindah dari titik awal. Aku sempat jalan di tempat, me...