Bab 15 || Sweet Moment

690 88 85
                                    

Tak pernah disangka dan tak terbayangkan, Hinata akan menjalin kasih dengan orang yang dulunya dianggap sebagai adik. Jarak yang terpaut dua tahun lebih muda darinya, tak menghalangi hubungan mereka yang kini telah menjadi sorotan publik di kantor. Meski tidak ada pengumuman, kedekatan Hinata dan Naruto yang begitu mesra, cukup membuat publik berpikir bahwa hubungan mereka bukanlah sebagai kakak-beradik. Tak terkecuali Toneri.

Anehnya, Hinata tak peduli. Anko benar, selama Naruto berada di sisinya, ia selalu merasa baik-baik saja. Begitu juga dengan Naruto, pria itu tetap menjalani hari seperti tanpa beban. Sayangnya, Naruto masih harus tinggal di apartemen. Setiap malam, ia masih menjadi incaran para Assassin, dan masih belum menemukan siapa pemegang kontrak yang menginginkan nyawanya.

Naruto tak ingin sang kekasih terlibat, dan Hinata mencoba memahaminya. Ia hanya akan pergi ke Mansion untuk menjemput Hinata bekerja, lalu mengantarnya pulang jika masih belum larut malam. Seperti sekarang ini, Naruto sedang menunggu Hinata membuatkan sarapan. Pria itu selalu diminta datang lebih pagi agar dapat mencicipi masakan sang kekasih.

"Bagaimana? Enak, tidak?" tanya Hinata, menunggu respon Naruto yang terlihat berpikir saat sedang mengunyah sandwich buatannya.

Naruto terkejut dengan rasa masakan yang Hinata buat belakangan ini. Padahal, wanita itu tak pernah memasak. Apakah Hinata bersungguh-sungguh belajar masak?

Hinata semakin gelisah melihat raut wajah datar Naruto. Sudah sebulan, tapi masih saja tidak bisa menebak isi kepala kekasihnya. "Naruto-"

"Enak sekali," ungkap Naruto sambil terus melahap sandwich-nya. "Masakanmu benar-benar luar biasa, Sayang."

"Ekhem!" Hinata berdehem mendengar panggilan sayang dari sang kekasih. Selalu saja membuatnya salah tingkah. Sementara Anko yang berada di samping Hinata, malah menangkup bibirnya menahan senyum.

Ugh ... pagi-pagi sudah terkena serangan maut!

"Ini sangat enak," ucap Naruto lagi. Sandwich-nya bahkan sudah raib hanya dalam waktu beberapa detik. Ia bangkit dan merengkuh tubuh Hinata yang berdiri di sampingnya, kemudian mencium mesra pipi wanita itu. "Terima kasih. Kamu tidak perlu merepotkan diri membuat makanan untukku. Kamu 'kan sudah lelah bekerja seharian."

Pipi Hinata merona. Ia sempat melirik ke samping, mencari keberadaan Anko yang tiba-tiba saja sudah menghilang entah kemana. Perlakuan Naruto sangat asing, namun terasa manis dan menggelitik hati. Hinata bahkan tak punya waktu meladeni kritikan orang lain, ia terlalu sibuk merasa canggung menerima cinta dari Naruto.

"Masih asing?" tanya Naruto, ia tahu apa yang dipikirkan kekasihnya.

Hinata mengangguk malu. "Iya. Aku tidak biasa menerima perlakuan manis seperti ini. Meskipun kita sudah biasa melakukan kontak fisik. Tapi rasanya berbeda ketika melakukannya sebagai sepasang kekasih."

Naruto dapat memahami apa yang Hinata rasakan. Dulu, wanita itu tak pernah mendapatkan cinta dari kekasihnya, Toneri. "Jika ada yang tidak pantas menerima cinta, itu adalah aku yang penuh dengan dosa karena membunuh."

Naruto mengelus wajah Hinata dan menatapnya lekat. Ia melanjutkan, "Kamu pantas untuk dicintai sepenuhnya, Hinata."

Mendengar pernyataan memabukkan Naruto, Hinata menampilkan senyum cerah. Secepat itu pria di hadapannya merubah suasana hati Hinata seperti jungkir-balik. "Aku bersyukur ada kamu di hidupku. Terima kasih, Naruto."

Naruto ikut tersenyum, ia kemudian mengambil roti sandwich milik Hinata dan menyuapinya makan. "Sarapan dulu, kamu hanya melihatku makan dari tadi."

Hinata mengangguk patuh sambil mengunyah. Naruto menuntunnya untuk duduk, kemudian ia ikut duduk di samping. Pria itu membuka tablet kerja, lalu menggulung lengan baju hingga ke siku. Hinata memperhatikan tangan Naruto dan menangkap ada goresan di sana. Wanita itu spontan mengelus lukanya.

The Deepest of Love (NaruHina) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang