Pantognostikos - Italia
"Kau membawa tamu, Kakashi," ujar Rasa menatap tak suka pria di hadapannya yang berwajah datar. Padahal tamu yang dimaksud masih berada di luar, tapi pria paruh baya itu sudah dapat merasakan kehadiran sosok asing. "Kau berada di sini hanya karena datang bersama Naruto."
"Hinata adalah istrinya."
"Bahkan dengan istrinya, kerahasiaan klien mutlak," balas Rasa meninggi. Matanya merah menyala. "Sevas Gerontas dan Defteri sedang mengurus Assassin Deadrange di Inggris. Lebih baik kau membawa mereka pergi."
Kakashi diam sesaat, kemudian berkata, "Apa yang membuat Anda begitu menghalangi mereka bertemu?"
"Apa maksudmu?"
"Mereka ikut bersama Naruto dalam pertempuran berdarah antar Assassin di gedung itu, Gedung Konoha Group, yang sekarang sudah menjadi bangunan terbengkalai di Jepang!" ujar Kakashi dengan nada emosi tertahan.
Pria itu melangkah semakin dekat ke arah singgasanah, membuat penjaga Assassin maju ingin mengarahkan senjata, tetapi ditahan oleh Rasa. "Jelas mereka tahu dan menjadi bagian dari rencana Naruto. Bahkan ketika dia membuat kesepatan dengan para Sevas, mereka berada di luar, menunggunya kembali, persis seperti yang dilakukan sekarang ini!"
Hening.
Rasa menarik napas. Merepotkan sekali rasanya mengurus dua manusia yang tiga tahun ini berada di sini. "Sevas Gerontas tahu kau akan membawa mereka. Jadi Naruto dipindahkan keluar dari Pantognos."
Kakashi mengernyit bingung, tapi Rasa tak menanggapi dan melempar sebuah kunci. "Dia berada di pemukiman Assassin, tepatnya di rumah dokter Alan."
"Ketahuilah, apabila Naruto tak mengingat istrinya dan tak ingin pergi bersama kalian, maka dia akan kubawa kembali ke Pantognos. Aku tidak akan tinggal diam jika mereka masih bersikeras untuk bertemu," imbuh Rasa lagi menatap dengan raut wajah serius. "Hanya kali ini, Kakashi. Ingat itu."
Kakashi berlutut seraya menundukkan kepala. "Terima kasih atas kemurahan hati para Petinggi Sevas. Semoga Pantognostikos senantiasa diberikan kemuliaan abadi."
***
"Hi— Hinata?"
Jantung Hinata tersentak. Suara itu, suara lembut milik Naruto, suaminya yang ia anggap mati tiga tahun lalu. Tangan Hinata bergetar merasakan sentuhan kulit Naruto saat menariknya bangun. Mereka saling memandang dalam diam.
Seperti mimpi, Hinata benar-benar melihat wajah Naruto sedang menatap kebingungan. Kemudian ketika air mata Hinata jatuh tak terbendung, sorot mata pria di hadapannya berubah menjadi sendu.
Ah, benar, dia Naruto-ku. Pria yang selalu ikut terluka hanya dengan melihat air mataku.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Deepest of Love (NaruHina) - END
Romance"Aku tak tahu harus menyangkalnya atau tidak. Apakah ini kesalahan atau bukan. Yang kutahu adalah, aku bahagia hanya dengan melihat senyummu. Aku terluka ketika air mata itu jatuh dari pipi mulusmu. Aku marah ketika ada orang yang mencoba menyakitim...