Hyuga Hinata, merupakan pusat perhatian kehidupan seorang pria bernama Uzumaki Naruto, atau sekarang berganti nama menjadi Hyuga Naruto. Meski Hinata memandang sebagai seorang adik, tapi tidak bagi Naruto. Perasaannya sangat jelas dan tak terelakkan.
Naruto mencintai Hinata.
Begitulah pikirnya saat menyadari perasaan asing itu untuk pertama kali, dan mungkin akan menjadi yang terakhir. Karena Naruto sangat tahu, bahwa ia sudah terlanjur jatuh sangat dalam. Ia memahami esensi cinta, sebanyak mengharapkan balas kasih dari Kushina, ibunya sendiri.
Kini, Naruto hanya dapat berpasrah pada takdir. Memberikan pengabdian cinta, yang ia tahu tak akan pernah dibalas. Tak apa. Pria itu sudah terbiasa merasakan pahitnya ditolak. Naruto tidak berusaha melupakan apalagi membenci. Ia menerima semua perasaan ini. Membiarkannya mengalir semakin jauh, entah sampai dimana.
Mungkin, sampai dirinya dibinasakan oleh waktu.
"Naruto? Kamu sudah siap belum?"
Sebuah ketukan, dibarengi dengan suara gadis yang selalu menetap dipikiran, membuat Naruto beralih menatap pintu kamar. "Sebentar, Kak."
Naruto melangkah dan membuka pintu setelah selesai memakai smartwatch-nya. Seorang gadis dengan pakaian dress berwarna biru, berdiri di hadapan sambil tertunduk memainkan ponsel.
Gadis itu reflek menengadah saat mendengar suara pintu dibuka. Ia tersenyum cerah pada iris safir Naruto, kemudian berkata, "Adikku sangat tampan!"
"Kamu sudah mengatakannya berulang kali."
"Tidak, ini jauh lebih tampan dari ketampanan sebelumnya!" bantah Hinata. Lalu ia berputar layaknya seorang putri yang sedang memamerkan kecantikan di hadapan kekasih. "Lihat? Bagus, 'kan? Aku sengaja memilih biru agar sama dengan warna matamu."
Naruto diam sesaat. Bagaimana ia tak jatuh hati pada gadis ini? Alasan apapun perlakuan manis Hinata, pria itu tak peduli dan hanya ingin berada di sisinya. "Kamu akan menjadi gadis paling cantik di sana, Hinata."
"Tentu, itu tujuanku. Aku tidak ingin terlihat jelek ketika sedang berdampingan denganmu."
Tatapan Naruto melembut. Ia tersenyum hangat seraya meraih dan mencium punggung tangan Hinata. "Satu-satunya yang dapat menyamakan kecantikanmu hanyalah Dewi itu sendiri. Jadi jangan khawatirkan penampilanmu."
Wajah Hinata bersemu, ia menunduk menahan senyum. Lalu sebuah uluran tangan pun menyapa. Ia mendongak dan bertemu dengan iris biru di hadapannya lagi. Pikiran gadis itu menerawang, apakah hubungan kakak beradik selalu seindah ini?
"Shall we?" Naruto mengajak dengan senyum manisnya. "Orang tua kita sudah menunggu di bawah."
Perlahan, Hinata membalas uluran tangan Naruto. Mereka melangkah berdampingan, menyusul Hiashi dan Kushina yang sudah lebih dulu bersiap dan menunggu di ruang tengah.
Ketika Naruto dan Hinata memasuki ruangan, Hiashi terkejut melihat penampilan memukau putrinya, sementara Kushina tersenyum sebagai tanggapan. Kedua orang tua itu memuji kecantikan Hinata tanpa menganggap keberadaan Naruto.
"Putriku selalu cantik dengan pakaian apapun," puji Hiashi sambil mencium pipi kanan dan kiri Hinata. "Selamat atas kelulusanmu ya, Nak. Kamu membuat Ayah bangga dengan nilai-nilaimu itu."
Hinata tersenyum haru dan memeluk ayahnya. "Terima kasih, Ayah. Semua berkat dukungan Ayah, Ibu Kushina, dan juga Naruto."
"Ayo, kita berangkat kalau begitu." Hiashi merangkul pundak Hinata, berniat ingin menuntunnya berjalan. Akan tetapi Hinata tidak mengikuti langkah sang Ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Deepest of Love (NaruHina) - END
Romance"Aku tak tahu harus menyangkalnya atau tidak. Apakah ini kesalahan atau bukan. Yang kutahu adalah, aku bahagia hanya dengan melihat senyummu. Aku terluka ketika air mata itu jatuh dari pipi mulusmu. Aku marah ketika ada orang yang mencoba menyakitim...