Bab 16 || Hunted Three

570 101 93
                                    

Hubungan Hinata dan Naruto, yang semula hanya menjadi sorotan publik di kantor, kini menjadi berita hangat di kalangan media sosial. Pasalnya, kedekatan mereka sebagian besar dianggap semata karena menjadi kakak-beradik yang akur. Namun ternyata, kedekatan itu berlandaskan perasaan cinta yang terpendam.

Asumsi lain pun tercipta. Publik mulai berpikir bahwa kematian Hiashi dan Kushina, ada kaitannya dengan perasaan mereka yang terhalang karena status 'keluarga'. Sebagian Netizen pun memprotes posisi Naruto sebagai pemegang aset perusahaan Hyuga, lantaran sama sekali tak ada hubungan darah dan hanya memanfaatkan situasi karena hubungannya dengan Hinata yang kini menjadi sepasang kekasih.

"Aku yang punya kehidupan, kok mereka yang repot?!" racau Hinata. Ia kesal membaca beberapa berita tentang hubungannya dengan Naruto di media sosial Instagram.

Naruto terkekeh. Ia tak peduli berita apapun mengenai hubungan mereka. Ia hanya memandang lekat wajah Hinata yang sedang fokus pada layar ponsel sambil duduk di pangkuannya. "Marah saja cantik, apalagi kalau tersenyum."

Hinata spontan menoleh, iris ametisnya bertemu dengan iris safir Naruto. Tatapan lembut itu, selalu mampu menghilangkan seluruh rasa hingga hanya menyisakan cinta dan bahagia. Hinata tersenyum, lalu mengecup bibir Naruto. "Bagaimana aku bisa marah dan bersikap tegas, kalau kamu saja selalu cuek dan membuatku melupakan masalah ini?"

"Memangnya ini masalah?"

"Tentu saja. Ini 'kan mengenai reputasimu, Naru."

"Aku tidak peduli itu," jawab Naruto, kedua tangannya mengelus pinggang Hinata. "Aku hanya peduli padamu."

Astaga. Ingin rasanya aku membungkam mulut manis pria ini!

Hinata menangkup bibir Naruto ketika pria itu ingin berbicara lagi. Sudah cukup pipinya dibuat merona oleh pria yang kini menempati posisi paling atas di hatinya. Ia menyipitkan mata. "Kamu sadar tidak, kamu selalu menyerangku dengan rayuan mautmu?"

Naruto tersenyum, meraih tangan Hinata, kemudian mencium pergelangan tangannya. "Aku hanya ingin mengatakan hal yang sebelumnya tak bisa kukatakan secara terang-terangan padamu."

"Tapi itu curang, hanya aku yang merasa bahagia menerima perlakuanmu," sahut Hinata seraya mengerucutkan bibir. Ia merangkul leher Naruto hingga jarak keduanya semakin menempel. "Aku juga ingin memperlakukanmu dengan manis."

"Silakan. Aku tidak akan melarangnya."

Hinata tersenyum puas. Ia mengedarkan pandangan sekilas. "Walaupun kita sedang berada di kantor?"

"Ini sudah jam 10 malam. Hanya ada Kakashi di luar." Naruto menjawab dengan tenang, tatapannya semakin intens. "Yah, walaupun aku harus menunda sedikit pekerjaanku. Tak masalah. Aku juga butuh waktu berdua dengan Nata."

Hinata terhanyut pada iris safir Naruto, jantungnya berdetak sangat kencang. Pandangan pria di hadapannya menuntut sesuatu yang Hinata inginkan. "Jangan menerima apapun dari Shion. You are mine."

Pernyataan tiba-tiba itu membuat Naruto tersenyum tipis. Pencemburu yang manis, ia sangat suka cara Hinata menjaganya. Sebelah tangan pria itu mengelus wajah Hinata.

"Aku tidak akan menerima apapun selain darimu," ucapnya dengan sorot mata sarat keyakinan. "I am yours, Hinata."

Hinata tersenyum, kemudian mendekatkan wajahnya perlahan. Ia sudah hampir gila menahan diri seharian hanya untuk ini. Hinata rasa, ada yang salah dengan otaknya karena selalu ingin mendapatkan sentuhan dari sang kekasih. Berciuman dengan Naruto seperti sebuah keharusan yang wajib dipenuhi setiap harinya.

Semakin hari, Hinata semakin dibuat frustasi oleh perasaannya terhadap Naruto. Ia terus merindukan sang kekasih meski mereka bertemu setiap hari, membuat Hinata tak ingin pulang dan selalu mengganggu Naruto saat pria itu sedang lembur malam.

The Deepest of Love (NaruHina) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang