Bab 25 || Hunted Five

598 73 51
                                    

Hari Kedua.

Pukul dua pagi. Naruto terbangun, melihat Hinata yang tertidur nyenyak di dada bidangnya tanpa sehelai pakaian pun. Ia tersenyum, mengelus pelan punggung mulus Hinata. Naruto sengaja tidak melakukannya sampai pagi dan membiarkan Hinata istirahat. Istrinya pasti kelelahan seharian mengurus acara pernikahan mereka.

Naruto mencium kening Hinata, lalu memejamkan mata. Aku mencintaimu, Hinata.

Sedang asik mencium aroma tubuh sang istri, Naruto mengerutkan dahi. Ia menajamkan seluruh indranya, merasakan kehadiran sesuatu. Lalu membuka mata dan membangunkan Hinata.

"Sayang, bangun," ujar Naruto pelan sambil mengelus pundak Hinata.

"Emmhh ...." wanita itu menggeliat, kemudian membuka mata perlahan. Ia mendongak, menatap wajah sang suami sambil mengerjapkan matanya yang masih sayu. "Naru."

Naruto tersenyum. "Pakai baju misimu. Kita kedatangan tamu."

"Huh?" Hinata masih belum sepenuhnya sadar. Ia mengerutkan dahi sebagai respon. "Tamu siapa, Naru? Tidak bisakah kita di sini saja? Aku masih mengantuk."

Naruto tahu, Hinata masih kelelahan. Terlebih, ia pasti kesakitan karena baru pertama kali melakukan hubungan suami-istri. Pria itu mengecup bibir Hinata, lalu bangkit mengambil baju panjang oversize beserta celana levis panjang milik Hinata. Naruto memakaikan baju sang istri, yang sedari tadi hanya menerima perlakuan suaminya sambil memejamkan mata.

Ketika selesai memakaikan baju dan mencoba bangkit, Hinata meraih lengan pria itu. Ia membuka mata, menatap lekat iris safir kesayangannya. "Kamu mau ke mana? Jangan tinggalkan aku."

Naruto tersenyum hangat. Ia kembali duduk di sisi ranjang, menggenggam lembut tangan Hinata yang berada di lengannya. "Aku di sini."

"Kamu akan di dekatku terus, 'kan?"

Naruto dapat melihat rasa takut di mata Hinata. Bukan karena pertarungan, tapi rasa takut itu merupakan kekhawatiran akan kehilangan. Mengetahui betapa besar rasa cinta Hinata, membuat Naruto merasa berat bersikap totalitas terhadap misinya untuk melindungi.

Menepis jarak, Naruto menangkup wajah Hinata, mencium keningnya, lalu menempelkan dahi mereka. Ia memang sudah berjanji untuk hidup—

"Kamu tak akan pernah kehilanganku, Hinata."

— Akan tetapi, mampukah Naruto menepatinya?

***

Duar!

Dor! Dor! Dor! Dor!

Desing! Desing! Desing! Desing!

Bunyi ledakan, tembakan dan adu katana memenuhi seisi markas. Naruto sudah dalam keadaan siap bertarung menggunakan pakaian misi. Iris safir pria itu semakin menajam menatap pintu kamar yang masih tertutup rapat di depannya.

.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Deepest of Love (NaruHina) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang