Bab 26 || Preparation

482 72 42
                                    

Hari ketiga.

" ... karena cara mencintai akan selalu sama. Kamu akan memberi cinta untuk anak kita, seperti kamu memberi cinta untukku, Naru."

Bisikan indah, yang menjadikan kepercayaan diri Naruto mengakar kuat di dalam hati dan pikirannya. Ia dan Hinata, seperti sedang diburu. Menghabiskan waktu senggang dengan menanamkan benih-benih cinta. Mereka bersemangat, membara, saling membakar perasaan masing-masing.

Penantian panjang Naruto, yang selama ini menahan diri menjaga Hinata tanpa menyentuhnya lebih jauh, kini terbayarkan sudah. Ia dengan bebas menjamah tubuh sang istri, menikmati kapanpun ia inginkan, tanpa mendapat penolakan sedikitpun. Hinata memahami. Berkali-kali ia katakan, bahwa ia menyerahkan diri sepenuhnya pada Naruto. Pun, Hinata sangat menyukai sentuhan suaminya, dari mulai yang liar, hingga penuh kelembutan.

Hal yang lebih masuk akal, mengapa sebegitu membaranya, adalah mereka sama-sama menginginkan anak. Tidak hanya hubungan sebagai sepasang kekasih saja yang singkat menuju pernikahan, tapi hubungan suami-istri pun, mereka tak ingin menjeda untuk punya anak.

Benar-benar hubungan pernikahan yang tanpa basa-basi, bukan?

"Kamu sangat luar biasa, Hinata," puji Naruto setelah melepas tautan bibir sebagai penutup kegiatan panas mereka. Ia berpindah ke samping, merengkuh Hinata ke dalam pelukannya, sambil menutupi tubuh telanjang mereka dengan selimut.

"Kamu juga, benar-benar membuatku lelah, Naru," balas Hinata dengan rona merah di wajah.

Naruto terkekeh kecil, ia mencium kening istrinya. "Aku tak bisa menahan diri untuk tidak menikmati keindahan istriku-"

Tangan Naruto mengelus area sensitif Hinata di bagian dada. "- apalagi ini, hanya milikku."

Merasa dipermainkan, Hinata bangkit dan menindih tubuh Naruto. Pria itu pun menyambut sambil mengelus pinggangnya. "Jadi, kamu ingin bersikap posesif terhadapku, Tuan Uzumaki?"

"Tentu. Kamu istriku sekarang."

"Dan kamu suamiku."

"Indeed." Naruto tertawa melihat Hinata yang menggembungkan pipi. Gemas, ia menarik leher Hinata dan menciumnya. Mereka saling menertawakan tingkah masing-masing.

.

.

.

.

Hinata tahu bagaimana cara Naruto bersikap pada orang lain bila di belakangnya. Bukan tanpa alasan Naruto menjadi bagian dari Hashirama, juga menjadi ketua Ninja Warwolf. Dari semua hal yang Hinata tangkap, Naruto hanya bersikap toleransi padanya. Pria itu hanya menjatuhkan diri di hadapan Hinata.

Naruto, hanya menunjukkan kelemahan dan sisi lembutnya pada Hinata, wanita pemilik kehidupannya.

Hinata tersenyum memikirkan hal itu. Kemudian satu pemikiran pun tiba-tiba terlintas di benaknya. Ia menumpukan dagu di dada Naruto. "Jika bukan Hyuga dan Uzumaki, nama apa yang akan kita pakai, Naru?"

The Deepest of Love (NaruHina) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang