Iris safir yang berkilau, rambut pirang natural yang jarang dimiliki penduduk negara Jepang, dan bentuk wajah tampan, bahkan sangat lucu. Setidaknya, itulah yang ada dipikiran Hyuga Hinata, ketika sedang memperhatikan seorang anak laki-laki berusia 11 tahun yang dua tahun lebih muda darinya. Anak laki-laki itu bernama Uzumaki Naruto.
Hinata sedang duduk di ayunan yang berada di taman belakang rumahnya. Hinata berpikir, ia akan memiliki seorang teman setelah mengizinkan ayahnya untuk menikah lagi. Akan tetapi, kenyataannya tidak sama sekali.
Sudah hampir satu tahun mereka tinggal bersama, namun hubungan mereka tak ada kemajuan sedikit pun. Naruto sangat sulit didekati, apalagi diajak bicara. Ia selalu menyendiri dan diam di tempat yang tidak biasa, seperti sekarang ini. Naruto sedang duduk di dahan pohon. Ia sangat suka duduk di sana sambil menggantungkan kakinya.
Hinata bisa saja bertanya langsung pada Naruto perihal permasalahannya, namun keadaan sudah menjawab lebih dulu. Melihat perlakuan Kushina yang lebih memperhatikan Hinata, membuatnya enggan mendekati Naruto. Anak itu sama sekali tidak mendapatkan perhatian dari ibunya bahkan lebih sering dimarahi.
Aku ingin dia tahu bahwa aku memihaknya!
"Oke!" seru Hinata tiba-tiba. Ia beranjak dari ayunannya dan menghampiri Naruto.
Naruto tidak menyadari kehadiran Hinata yang sudah berada di bawahnya. Ia terlihat sedang fokus menggambar sesuatu di buku catatan yang selalu ia bawa.
"Halo, Naruto," sapa Hinata. Ia tersenyum saat Naruto tersadar dan menatapnya.
"Ada apa, Kak?" tanya Naruto dengan wajah datarnya.
"Kamu sedang apa? Apa aku boleh bergabung?"
"Tidak," jawab Naruto dengan spontan. Ia mulai bergerak turun saat Hinata mencoba memanjat pohon.
"Kenapa turun? Aku bisa memanjat pohon, kok!" seru Hinata dengan ekspresi tidak puasnya.
"Aku ingin masuk," jawab Naruto sambil berlalu pergi.
Begitulah yang terjadi saat Hinata mencoba mendekati anak itu. Rasa putus asa hampir menguasai pikiran Hinata. Ia sangat ingin dekat dengan adiknya, meski tidak sedarah. Ia harus berusaha lebih lagi untuk meruntuhkan tembok pertahanan Naruto. Harus!
*****
Setiap harinya, belum ada yang berubah. Hinata terus melancarkan aksinya untuk mendekati Naruto dengan berbagai cara. Salah satunya adalah saat ini. Ia masih berusaha menghampiri Naruto, yang sedang asik duduk di dahan pohon kesukaannya.
"Aku naik, ya?" tanya Hinata, ia tersenyum cerah pada Naruto.
Naruto merasa kesal. Kakak tirinya ini mulai mendekatinya dengan intens. "Apa tujuan Kakak?"
"Tujuan apa?" Hinata balik bertanya. Ia menunggu jawaban Naruto, sampai tiba-tiba saja dahan pohon yang diduduki Naruto patah. "Awas, Naruto!"
Bukannya menghindar, Hinata malah mendekat untuk menangkap tubuh Naruto hingga ia tertindih dan kakinya terpelintir. Gadis itu pingsan, begitu juga dengan Naruto yang menindih tubuh Hinata.
*****
Hinata terbangun setelah dua jam lamanya jatuh pingsan, ia sudah berada di ruangan rawat inap. Iris ametisnya langsung mencari sosok Naruto, bersama suster yang kebetulan sedang merawatnya. Ia terkejut ketika baru saja membuka pintu ruang inap Naruto dan mendapati Hiashi yang menampar anak itu.
Plak!
"Ayah!" seru Hinata. Ia menekan tombol kursi roda otomatisnya untuk memasuki ruangan dan menutup pintu, sementara sang suster pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Deepest of Love (NaruHina) - END
Roman d'amour"Aku tak tahu harus menyangkalnya atau tidak. Apakah ini kesalahan atau bukan. Yang kutahu adalah, aku bahagia hanya dengan melihat senyummu. Aku terluka ketika air mata itu jatuh dari pipi mulusmu. Aku marah ketika ada orang yang mencoba menyakitim...