16. Life After Break Up

11 2 0
                                    

Happy Reading, Love.

"Cinta itu seharusnya tidak terasa menyakitkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cinta itu seharusnya tidak terasa menyakitkan."

[ ʚ;ɞ ]


Nayanika itu benar-benar kehilangan cahayanya, pancaran teduh yang biasa terlihat saat ini tengah redup hirap entah ke mana. Sudah hampir dua minggu lamanya, wanodya laksmi itu masih enggan beranjak dari zona nyaman. Meski tidak ada lagi liquit bening yang mengalir, tapi gairah masih enggan hadir.

Suara decitan pintu terbuka tidak membuatnya goyah, iris coklat itu masih menatap kosong ke luar jendela. Seorang wanita yang baru saja menginjak kepala empat itu menghela nafas pelan, ia baru saja mendapat laporan dari sekolah jika putri semata wayangnya bolos selama dua minggu.

“Zefanya, what was the reason you skipped school for two weeks?” tegurnya yang diacuhkan Zefanya.

Gadis itu masih belum bergeming, ia tetap membelakangi Paramitha tanpa merespons teguran wanita itu. Seminggu ini, gadis itu benar-benar berubah. Tidak ada lagi Zefanya yang semangat membangunkan Paramitha maupun menunggu Paramitha pulang dan tidak ada lagi Zefanya yang selalu mencari perhatian Paramitha.

“Zefanya, bukannya saya sudah bilang jika kamu tidak boleh berulah lagi.” Masih tidak ada respons dari Zefanya membuat Paramitha mendekati gadis itu.

Untuk pertama kalinya ia melihat putri semata wayangnya itu tidak memiliki gairah. Iris coklat yang biasa ia lihat penuh dengan cahaya yang teduh saat ini tampak kosong dan terlihat menyedihkan. Melihat kondisi Zefanya saat ini mengingatkan Paramitha tentang ucapan Dokter Agra dua minggu lalu.

“Aku mau pindah dari sana,” lirih Zefanya yang hampir tidak dapat Paramitha dengar dengan jelas.

“What's wrong? Is there a problem again?” Zefanya menggeleng pelan, ia memutar badannya sembilan puluh derajat menatap Paramitha. “Mi, Can I ask you something?” Paramitha mengangguk ragu.

“How important do you think love is in your life? Apa cinta itu benar-benar terasa sakit? Jadi, alasan mami bercerai dengan papi apakah karena cinta terasa menyakitkan untuk kalian?” cerca Zefanya.

Paramitha membisu, dia seperti melihat dirinya sendiri yang hilang arah belasan tahun lalu. Lehernya terasa seperti dicekik, suaranya tidak dapat dia lontarkan karena tertahan di kerongkongan. Manik mata coklat itu menatapnya penuh penasaran, luka terlihat jelas di dalam sana.

Satu menit berlalu, masih tidak ada jawaban dari Paramitha. Wanita itu justru membuang mukanya, tidak lagi sanggup melihat putri semata wayangnya dan tatapan putus asa itu.

“Just drop it,” final Zefanya karena Paramitha tak kunjung menjawab.

“Cinta itu seharusnya tidak menyakitkan, what hurts you is your expectation of love,” balas Paramitha.

MarakarmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang