27. Dia Alano, Bukan Raymond

4 0 0
                                    

Happy Reading, Love.

"Dia mungkin saja memiliki paras atau sifat yang sama seperti masa lalu mu, tapi jangan pernah lihat masa lalu mu ada dalam dirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dia mungkin saja memiliki paras atau sifat yang sama seperti masa lalu mu, tapi jangan pernah lihat masa lalu mu ada dalam dirinya."

[ ʚ;ɞ ]

Suara gemercik tirta dhanu menjadi alunan tenang untuk gadis berambut sebahu itu. Iris coklatnya menatap kosong sepasang angsa yang menari. Anila berembus menyapa, membelai lembut paras sempurna yang masih tampak pucat. Cakrawala adiwarna menampakkan swastamita, pantulan baskara menyapa memantulkan lukisan jumantara.

Helaan nafas panjang sudah keempat kalinya gadis itu hembuskan. Hatinya terasa gundah, perasaan bersalah seperti menjalar memenuhi pikiran.

“Why you’re here? Seharusnya lo istirahat di rumah, you’re not doing well.” Suara bariton yang menyapa membuat gadis itu terlonjak kaget.

Zefanya memutar kepalanya ke arah jam tiga, iris coklat miliknya bertubrukan dengan iris gelap milik Alano yang entah sejak kapan berada di sampingnya. “Lo masih kelihatan pucat, seharusnya lo istirahat bukan keluyuran,” tegur Alano yang masih diacuhkan oleh Zefanya.

Keduanya kembali terdiam, Zefanya masih fokus memperhatikan sepasang angsa yang tengah berenang. “Why the hell are you everywhere? You always follow me, huh?” tuding Zefanya dengan mata yang masih fokus menatap ke arah danau yang indah.

Alano tertawa pelan. “Gue memang tinggal di sini.”

Zefanya menoleh, dahinya mengkerut bingung. “Rumah gue tepat di depan danau ini, so I can see whoever goes to this lake,” ujar Alano menunjukkan rumah berlantai tiga yang tak jauh dari danau.

“Mau main ke rumah gue?” Zefanya menggeleng pelan, pandangannya kembali fokus ke depan. “Would you like to hear the answer to your question from two weeks ago?” tawar Zefanya.

Alano tampak menimang, ia bahkan lupa dengan pertanyaannya sendiri. “Emang gue tanya apa?” Zefanya terkekeh pelan melihat wajah polos Alano yang tampak kebingungan.

“When I first saw you, I thought you were Raymond. Gue benar-benar penasaran tentang lo karena gue masih gak percaya kalau lo bukan Raymond. Until I realized that you're not Raymond, jadi itu alasan gue menjauh.” Alano masih diam, dia membiarkan Zefanya selesai berbicara dulu.

“I'm scared, Al. Setiap kali di dekat lo rasanya gue seperti berada di dekat Raymond. Gue nyaman sama lo, sama kaya gue nyaman waktu sama Raymond. Gue gak mau terlalu jauh, jadi gue kasih batasan di antara kita so that I wouldn't cross it. However, the more I stay away, the more you stay close to me,” sambung Zefanya dengan terkekeh pelan.

MarakarmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang