Epilog

32 1 0
                                    

Happy Reading, Love.

Happy Reading, Love

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

" ... dan selesai, selamat beristirahat dalam tidur panjangmu, Zefanya."

[ ʚ;ɞ ]

Marakarma sendiri memiliki arti kesengsaraan. Di mana sebuah kehidupan dijalani lengkara hanya bagya yang dapat dirasa, nestapa dan lara tentu saja akan terus beriringan. Kisah ini selesai, dengan selesainya marakarma dalam marta Zefanya, sang lakon.

Daksa laksmi yang telah dipeluk erat oleh segara, tenang dalam tidurnya berselimut tirtamarta. Menghanyutkan segala karuna yang selama ini dipeluknya erat, meski masih banyak asa yang terpaksa ikut tenggelam.

Semilir anila dengan dersik ombak menyapa, air laut tampak tenang meski ombak berulang kali menyapa pesisir. Iris gelap itu menatap kosong lautan gulita dengan pantulan candra keemasan. Tanpa disadarinya, tetesan bening mulai mengalir menjalarkan pilu membuka luka lama.

Satu tahun waktu berlalu, hidup dalam rasa bersalah dan kata maaf yang terus terucap seakan enggan didengarkan semesta. Jika saja ia tidak dibutakan oleh obsesi, mungkin saja saat ini bagian asmaraloka menghampiri hidupnya.

“Maaf … “ cicitnya serak.

Suaranya terhenti di tenggorokan, terlalu menyakitkan untuk diutarakan. Hingga akhirnya hanya air mata yang mengalir deras sebagai bentuk rasa penyesalan. Kakinya seakan lemas dan enggan untuk berdiri tegak, ia berlutut di hadapan segara yang luas. Tangannya bertumpu pada paha dan kepala menunduk menyembunyikan tangis.

"I told you to stay away from the sea when you are sad. Why did you still not listen to me? Sekarang, laut benar-benar bawa lo pergi, bahkan dia menyembunyikan dan enggan balikin lo ke permukaan,” racaunya pilu.

“Zee, lo boleh benci gue, lo boleh marah sama gue, lo boleh kecewa sama gue, lo boleh … “ Alano kembali terisak tidak sanggup melanjutkan kalimatnya. “Gue mohon untuk lo kembali, meski cuman raga lo,” imbuhnya terbata.

“Pernikahan itu tidak akan terjadi, Zee. Your mom still loves your dad, if you come back your family will be whole again.”

Kondisi mental Paramitha memang jauh dari kata baik, semenjak pencarian korban pesawat yang jatuh diberhentikan dan Zefanya serta Andreas resmi dinyatakan meninggal membuat Paramitha mengalami depresi berat dan harus dirawat di rumah sakit jiwa.

Tidak jauh beda dari Paramitha, selama setahun ini Alano hidup dengan rasa bersalah. Ia menyesal telah memaksa Zefanya untuk menyetujui perjodohan Paramitha dan Darmawangsa. Terlebih lagi, Alano menyesal terlambat menyadari jika ia telah jatuh cinta dengan Zefanya.

“Please don't punish me like this, you can hit me as hard as you want but don't leave like this. Wherever you are right now, I hope we can meet again.”

“Zee, di kehidupan selanjutnya ayo kita bertemu kembali. Not as your future stepbrother, but as your boyfriend. I promise to treat you well and never hurt you anymore. I adore you. I'm really in love with you. I’m sorry that I realized it too late,” sambung Alano.

Pada akhirnya penyesalan selalu menjadi akhir setia bagi setiap manusia egois. Akan tetapi kesempatan kedua mungkin bisa saja datang pada orang-orang yang beruntung. Mana kala kesempatan kedua itu datang, maka jangan sia-siakan.

Zefanya Stephanie Amberson, dengan ini ceritamu telah selesai. Tenanglah dalam dekapan laut yang hangat berteman ribuan penghuni segara yang ramah memelukmu. Usai sudah marakarmamu, bahagialah dalam istirahat panjangmu.

END

ᡣ𐭩 ˚.⋆ 𐙚˙⋆.˚ ᡣ𐭩

MarakarmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang